Sabtu, 21 Agustus 2010

Bantuan Fisik Sekolah

Siapa Mau Perhatikan Sekolah di Daerah?
Sabtu, 21 Agustus 2010 | 10:44 WIB

M.LATIEF/KOMPAS.COM
Menteri Pendidikan Nasional bukannya tidak peduli, tetapi kurang mengetahui potret sekolah di daerah.
JAKARTA, KOMPAS.com — Sekolah di daerah kurang mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, termasuk pemerintah. Nyatanya, masih banyak sekolah di daerah yang anak didiknya belajar di lantai atau satu kelas dibagi dua pembelajaran sehingga peserta didik kurang konsentrasi belajar.
"Saya rasa, perhatian untuk sekolah di daerah bisa datang dari siapa saja," ujar Dewi Susanti, Project Manager Program Pelita Pendidikan, Sabtu (21/8/2010) di Jakarta. Program Pelita Pendidikan adalah program bantuan kepada sekolah-sekolah yang secara fisik sudah tidak layak pakai, tetapi memiliki motivasi tinggi untuk memajukan dan mengembangkan kualitas pendidikan.
"Tim kami sudah survei dan melihat kondisi langsung ke sekolah-sekolah di daerah yang rusak. Jika masuk kriteria, maka kami bantu. Target kami membantu 200 sekolah di Provinsi Sumatera Utara, Riau, dan Jambi," ungkap Dewi.
Dewi mengatakan, Menteri Pendidikan Nasional dalam hal ini bukannya tidak peduli, melainkan kurang mengetahui potret sekolah di daerah. "Karena ini masalah waktu saja sehingga akhirnya pemerintah melihat juga kesenjangan pendidikan di daerah dengan di kota," lanjut Dewi.

Sumber; http://edukasi.kompas.com/read/2010/08/21/10440131/Siapa.Mau.Perhatikan.Sekolah.di.Daerah

Kamis, 19 Agustus 2010

Kenali Anak Cerdas dan Berbakat Istimewa

Selasa, 17 Agustus 2010 | 15:12 WIB
KOMPAS.com - Jika anak Anda kelewat nakal dan tidak bisa diam, jangan berpikiran buruk dulu tentangnya. Bisa jadi anak Anda adalah satu dari sekitar 1,3 juta anak berbakat istimewa dan cerdas istimewa (gifted talented) atau juga disebut anak-anak CI+BI di Indonesia.

Menurut Amril Muhammad, seorang pengajar di Cugenang Gifted School, salah satu sekolah yang khusus dirancang untuk anak-anak berbakat tersebut, seorang anak gifted memiliki kecenderungan lebih nakal dari anak sebayanya. Mereka memiliki rasa penasaran yang lebih dan cenderung senang bergaul dengan orang dewasa.

"Itu salah satu ciri-ciri luar yang dapat diperhatikan," kata Amril usai menghadiri Malam Peduli Anak Duafa Berbakat, di Jakarta, Senin (16/8/2010) malam.

Selain ciri-ciri luar tersebut, kata Amril, seorang anak gifted dapat dikenali dari kecerdasan intelektualnya yang very superior dengan skor IQ di atas 130. "Pada lembar identifikasi dini, mereka memiliki kecepatan menyerap lebih dari teman sebayanya, seperti lebih cepat membaca," katanya.

Skor yang tinggi juga terlihat pada tes kreativitas dan komitmen kerja. Seorang anak gifted, kata Amril, memiliki ketertarikan kerja atau komitmen kerja yang luar biasa terhadap pekerjaan yang dia senangi.

"Misalnya saja dia senang main play station. Maka dia akan main terus, tidak berhenti," katanya. Dan jika kesenangannya tersebut diusik, maka anak gifted akan mengerahkan kreatifitasnya yang luar biasa. "Kalau dihalangi orangtua misalnya, kabel play station-nya dicabut, maka dia akan penasaran, dia utak-utik, sampai akhirnya bisa disambung lagi kabel itu," ujar Amril.

Sedangkan secara fisik, seorang anak gifted, menurut Amril, dapat dikenali dari tinggi badannya saat lahir. Tinggi badan anak gifted sejak lahir berkisar 53-54 sentimeter. "Space otak anak gifted lebih besar dari anak lain," tambahnya.

Meskipun memiliki perkembangan motorik kasar yang melebihi batas normal, anak gifted tertinggal dalam perkembangan motorik halus. Mereka, kata Amril, umumnya kesulitan menulis saat masuk sekolah dasar.

"Anak gifted sangat perfeksionis sehingga perkembangan kognitif yang luar biasa sulit disalurkan dalam tulisan," ucap Amril.

Kecenderungkan teguh pendirian, tidak takut mengerjakan apa yang dia yakini menjadi potensi sukses seorang anak gifted. Mereka memiliki kelebihan empat kali dari anak lainnya.

Namun, jika tidak dikenali, dibimbing, dan difasilitasi dengan pendidikan yang tepat, maka kelebihan anak gifted tersebut dapat menjadi negatif. "Salah satunya ya itu teroris Imam Samudra, saya pernah bicara dengan dia, dan memang dia termasuk gifted. Dan yang positif, Ibu Sri Mulyani," imbuh Amril.

Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/08/17/15125953/Kenali.Anak.Cerdas.dan.Berbakat.Istimewa

Kenaikan Gaji Guru

Berlombalah Jadi Guru Berkualitas...
Kamis, 19 Agustus 2010 | 13:48 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Selama ini posisi guru banyak diisi oleh orang-orang yang kurang berkompetensi sebagai pendidik. Dengan kenaikan gaji guru, hal tersebut diharapkan memicu orang-orang berprestasi untuk berlomba-lomba menjadi guru sehingga kualitas pendidikan juga bisa meningkat.
Demikian menurut perwakilan Ikatan Guru Indonesia (IG), Satria Dharma, di Jakarta, Kamis (19/8/2010), terkait keputusan pemerintah menaikkan tunjangan profesi guru pada 2011. Dengan kenaikan gaji bagi PNS sebesar 10 persen, guru berpangkat terendah dengan gaji Rp 2.496.100 memperoleh tambahan penghasilan menjadi Rp 2.654.000 per bulan.
“Wah, sangat bagus sekali. Ini merupakan rezeki bagi guru karena inilah yang diharapkan,“ ungkap Satria.
Satria mengungkapkan, jika menengok ke belakang, maka kualitas pendidikan di Indonesia masih buruk. Dia berharap, jika gaji naik, maka para guru semakin fokus untuk mengajar dan mendidik anak-anak didiknya.
Koordinator Forum Guru Independen Indonesia (FGII), Suparman, mengatakan, guru merupakan salah satu profesi yang harus diberi fasilitas terbaik, mengingat tugasnya menanam investasi untuk bangsa. Namun, hasilnya tidak bisa dilihat sekarang, tetapi di masa depan.
“Saya setuju sekali gaji guru dinaikkan karena kerja mereka yang membuat kita menjadi orang sukses,“ kata Suparman.
Hanya, kata dia, kemampuan sebagai seorang guru harus terus ditingkatkan, baik dari segi keilmuan maupun wawasan terus yang di-upgrade. Guru tidak bisa dibiarkan kerja sendiri, perlu dukungan dari berbagai pihak.
“Kita apresiasi kerja pemerintah. Tetapi jangan langsung berpikir, jika gaji guru naik, maka secara otomatis kualitas gurunya juga naik. Itu semua butuh proses,“ ujar Suparman.

Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/08/19/13482271/Berlombalah.Jadi.Guru.Berkualitas...

Kamis, 12 Agustus 2010

Nestapa Sekolah Swasta

Oleh Sidharta Susila
Dulu, sekolah swasta pernah jadi idola. Banyak calon guru berusaha. Waktu itu gaji guru di sejumlah sekolah swasta lebih tinggi ketimbang sekolah negeri. Situasi hari-hari ini tak lagi begitu. Gaji guru sekolah negeri jauh lebih tinggi. Menjadi guru sekolah negeri lebih dirindukan. Apa dampaknya bagi sekolah swasta? Siapa yang pada akhirnya paling dirugikan? Apa yang harus kita sikapi dan lakukan?
Waspadai gajimu. Penulis tak pernah lupa dengan pesan saat menerima honor menulis dari suatu majalah. Pada surat wesel tertulis, "Kontrakreasi artikel Anda pada edisi...". Berulang-ulang penulis merenungkan pernyataan itu. Mengapa honor (baca: gaji) itu justru disebut kontrakreasi? Tidakkah semua kreasi (baca: kerja) pantas mendapat imbalannya?
Hari-hari ini penulis makin sadar makna pernyataan itu. Honor atau gaji ternyata memang bisa menjadi kontra kreativitas. Ketika gaji menjadi pertimbangan utama, seseorang bisa menjadi pengabdi uang (gaji atau honor). Pola ini berbalikan dengan prinsip hidup efektif yang mengedepankan kerja serta kreativitas.
Ketika gaji menjadi target utama, kreasi dan kualitas kerja cenderung dikemudiankan. Dalam dunia pendidikan, kualitas mengajar menjadi setengah hati. Paling tidak guru selalu mempunyai alasan untuk tidak optimal dalam menyelenggarakan proses pembelajaran. Tentang ini kita ingat kisah angsa emas dalam buku Seven Habits-nya Steven Covey. Guru yang begitu terpusat pada gaji dan honor adalah perwujudan sikap petani miskin yang lebih memilih mendulang telur emas sehabis-habisnya ketimbang merawat si angsa yang menghasilkan telur emas. Guru semacam itu terancam pertumbuhan karakternya. Itulah guru yang miskin sejati.
Kalau demikian, gaji atau honor memang bisa menghambat kerja, kreativitas, dan kualitas. Gaji dan honor bisa mengaburkan pergulatan jati diri guru sebagai sang pendidik. Tak heran kalau kita memang semestinya mewaspadai gaji kita.
Kepayahan sekolah swasta
Ketika gaji guru sekolah negeri kian melambung, banyak sekolah swasta mulai kepayahan. Pundi-pundi sekolah swasta yang salah satunya bergantung pada kesanggupan uang sekolah tak seagung pundi-pundi sekolah negeri yang mengalir dari pajak rakyat. Setiap kali pemerintah mengisyaratkan kenaikan gaji dan tunjangan guru, sesungguhnya itu menjadi genta sekarat sekolah swasta.
Genta itu terus bergaung. Gaungnya menyusupi kesadaran para guru sekolah swasta. Akibatnya, tidak sedikit guru sekolah swasta yang harus berjuang untuk bertahan "mengabdi" di sekolahnya. Sebulan yang lalu, seorang sahabat di Pekanbaru, Riau, kebingungan gara-gara sebagian besar guru di sekolah swasta tempat anaknya belajar memutuskan berhenti mengajar dengan tiba-tiba. Beberapa hari yang lalu beberapa teman kepala sekolah geram bukan kepalang karena beberapa guru muda di sekolahnya tiba-tiba memutuskan berhenti karena tergiur gaji tinggi di sekolah lain. Sekolah swasta praktis telah menjadi batu loncatan sejumlah calon guru.
Pengalaman di atas terjadi di sekolah swasta dengan gaji yang lumayan baik. Murid-murid yang diajar pun tergolong baik, bahkan menyenangkan. Yayasan yang menaungi sekolah swasta itu pun memberi perhatian dan jaminan bagi masa depan guru. Namun, semua itu tak mampu menahan guru-guru itu untuk hengkang.
Dari semua itu, pada akhirnya para muridlah yang menjadi korbannya. Para guru yang "semaunya" hengkang dengan alasan gaji dan janji-janji manis telah mencampakkan proses membangun masa depan sejumlah orang muda di negeri ini. Guru semacam ini tak lagi mampu meloloskan roh pengabdian dan kepedulian demi kehidupan para siswa dari ruang jiwanya.
Pada akhirnya, para guru, khususnya guru swasta, mesti kian sadar akan kondisi ini. Rasanya beban pengelolaan sekolah swasta kian berat. Menaikkan uang sekolah jelas kian mustahil. Belum lagi sejumlah sekolah swasta mulai kekurangan peminat. Dampak akhirnya sumber daya pengelolaan sekolah kian rawan. Bagaimanapun kebermaknaan hidup para guru swasta sebagian digurat dengan menjadi guru.
Pemerintah pun semestinya kian cermat lagi bijak dalam mengambil keputusan. Bagaimanapun tidak sedikit anak bangsa ini yang belajar di sekolah swasta. Ketika kebijakan itu membuat kritis proses penyelenggaraan dan pembelajaran di sekolah swasta, sesungguhnya negara telah mencampakkan masa depan sejumlah warganya.

SIDHARTA SUSILA Guru STM Pangudi Luhur Muntilan

Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/07/28/18442024/Nestapa.Sekolah.Swasta.

Kualitas Sekolah

Negeri Tak Lebih Baik dari Swasta....
Kamis, 12 Agustus 2010 | 15:43 WIB
MEDAN, KOMPAS.com - Keberadaan sekolah negeri tidak selalu lebih baik dari sekolah swasta. Bahkan, tidak sedikit justru ada sekolah swasta yang kualitasnya jauh lebih unggul dari sekolah-sekolah negeri.
Pengamat Pendidikan Universitas Sumatera Utara Zulnaidi menilai, di Medan misalnya, Sekolah Sutomo, Metodis dan Syaffiatul Amaliyah, kualitas siswanya jauh mengungguli sekolah negeri. Bukti lain bahwa indikasi sekolah swasta lebih unggul dari negeri dapat dilihat dari pelaksanaan Olimpiade Sains Nasional (OSN) yang digelar di Medan baru-baru ini. Dari 69 siswa utusan Sumut yang berlaga di event nasional itu, 50 siswa berasal dari sekolah swasta, sedangkan 19 orang selebihnya dari sekolah negeri.
“ini membuktikan kan bahwa siswa-siswa dari sekolah negeri di daerah ini ternyata belum siap mengikuti ajang bergengsi OSN dibandingkan siswa sekolah swasta yang persiapannya jauh lebih matang," katanya.
Lebih banyaknya utusan Sumut dari sekolah swasta, menurut dia, perlu juga dicermati mengingat selama ini sekolah negeri terkesan lebih dianakemaskan oleh pemerintah terutama dalam hal berbagai bantuan. "Sekolah negeri lebih dimanjakan dari segi bantuan dari pemerintah, tapi justru siswa sekolah swasta yang lebih banyak berprestasi. Ini perlu menjadi perhatian bagi kita semua," katanya.
Kemampuan sekolah swasta yang lebih unggul di ajang OSN sebenarnya juga diakui Kepala Dinas Pendidikan Sumut Bahrumsyah. Dia mengharapkan sumbangan medali dari sekolah swasta seperti Sutomo dan Methodist.
"Saya menaruh tumpuan pada pelajar SMA Sutomo, Methodis II dan Methodis III dapat mendapatkan medali emas, karena kita ketahui pelajar dari perguruan tersebut setiap tahunnya selalu memperoleh hasil yang baik," katanya.

Sumbber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/08/12/15433099/Negeri.Tak.Lebih.Baik.dari.Swasta....

Kamis, 05 Agustus 2010

Sepuluh Mahasiswa Rusia Belajar di UIN Malang

London (ANTARA) - Sebanyak 10 mahasiswa Islam dari Rusia meneruskan studi S2 di UIN Malik Maulana Ibrahim Malang pada Jurusan Studi Islam dan Pendidikan Bahasa Arab yang merupakan proyek kerja sama antara KBRI Moskow, Kementerian Agama dan UIN Malang.
Sebelum berangkat, ke 10 mahasiswa Islam itu mendapat pembekalan terakhir di KBRI Moskow, demikian Penanggun jawab Divisi Pendidikan dan Sosbud, Counsellor M. Aji Surya, dalam keterangan persnya yang diterima ANTARA London, Jumat.
Dalam acara tersebut, M Aji Surya menekankan Pemerintah Indonesia memberikan kesempatan emas dalam bentuk beasiswa yang akan menjadi jembatan umat kedua bangsa di kemudian hari.
Dikatakannya dari angkatan pertama inilah akan dievaluasi perlu tidaknya proyek kerja sama ini dilanjutkan tahun depan.
Menurut M Aji Surya, Pemerintah Indonesia menginvestasikan relatif banyak serta memberikan perhatian cukup bagi studi kalian di UIN Malang.
"Kita semua berharap, niat baik Indonesia direspon secara positif yang diaktualisasikan dengan belajar tekun dan hasil yang memuaskan," ujarnya.
Kesepuluh mahasiswa tersebut merupakan pilihan dari tiga universitas Islam terbesar di Rusia, yakin satu dari Universitas Islam Moskow, tiga dari Universitas Islam Rusia di Kazan dan Universitas Islam Mahajkala di Dagestan.
Kegiatan pembekalan memang dimaksudkan menyampaikan tentang keindonesiaan dan keislaman yang sedang berkembang di Indonesia saat ini yang mungkin belum diketahui oleh mahasiswa tersebut. Selain itu, persiapan teknis praktis pada saat tiba hingga selesai kuliah, paparnya.
Sementara itu, Sekretaris Pertama Pensosbud Jos Manginsela, mengatakan pengetahuan tentang Indonesia dan perkembangan pemikiran dan praktik Islam di Indonesia menjadi dasar penting bagi setiap mahasiswa. Sikap yang terbuka dan bersedia menerima ilmu pengetahuan baru serta kemampuan adaptasi yang tinggi menjadi kunci keberhasilan studi.
Dikatakannya Indonesia mengenal toleransi intern umat beragama dan antar umat beragama. Inilah sendi yang terus dikembangkan sebagai salah satu soko guru pembangunan Indonesia. Mohon hal ini dipahami dan dihayati, sehingga tidak akan ada konflik selama di Malang.
Menurut Jos Manginsela, para penerima beasiswa tertarik untuk studi di Indonesia setelah rektor mereka berkunjung ke tiga Universitas Islam Negeri Jakarta, Jogjakarta dan Malang, akhir tahun lalu.
Nota kesepahaman (MoU) antara lain mengatur kemungkinan kerja sama bidang akademik telah ditandatangani, selain promosi yang dilakukan KBRI Moskow didukung Kementerian Agama dan UIN Malang menghasilkan proyek perdana.
Kesempatan tersebut tidak disia-siakan mahasiswa Islam Rusia dan menyambut hangat tawaran beasiswa dan dalam waktu sekejap kuota terpenuhi.
Para penerima beasiswa yang belum pernah ke Indonesia tersebut tidak merasa takut apalagi khawatir. Bagi mereka Indonesia adalah surga tolerasi dan tempat yang indah sebagaimana Pulau Dewata, ujar Jos Manginsela.
"Kalau diizinkan maka saya akan melanjutkan ke jenjang S3 di Malang," kata seorang penerima beasiswa dari Kazan, Rusia Tengah.
"Kalau saya malah khawatir tidak ingin pulang karena jatuh cinta dengan alam dan masyarakat Indonesia," ujar mahasiswa lain dari Mahajkala.
Kesepuluh mahasiswa tersebut, rencananya berangkat ke Jakarta Jumat dan langsung ke Malang setelah sebelumnya istirahat di Jakarta semalam.

Sumber: http://id.news.yahoo.com/antr/20100806/tpl-sepuluh-mahasiswa-rusia-belajar-di-u-cc08abe.html

Lomba Mengarang

"Toples Kebahagiaan" Juara Pertama CHC
JAKARTA, KOMPAS.com - Kisah berjudul Toples Kebahagiaan mengantarkan Hafizh Jiyan Saputra meraih juara pertama lomba mengarang Children Helping Children (CHC) 2010 tingkat sekolah dasar (SD) yang diadakan Tupperware Indonesia. Hafizh adalah pelajar kelas 3 SD Negeri 10, Wonosobo, Jawa Tengah.
Hafizh, yang beralamat di Perumahan Asli Permai, Kramatan, Wonosobo, itu membawa pulang hadiah berupa trofi, voucer belanja dari Toko Buku Gramedia senilai Rp 300.000, paket Tupperware, serta uang Rp 5 juta.
Sementara itu, pemenang kedua adalah Eva Septiana Simorangkir. Pelajar kelas 5 SD Negeri Mekarsari 1, Jalan Sultan Hasanudin, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi Timur. Dia mengirim karya berjudul Memancing Sampah.
Juara ketiga diraih Sherina Salsabila, siswa SDN Jatirahayu VIII, Kompleks Patria Jaya Blok B, Kelurahan Jatirahayu, Kecamatan Pondok Melati, Bekasi. Dia meraih peringkat ketiga melalui tulisan berjudul Aku dan Siti Sahabat Abjad.
Adapun juara favorit adalah Laksita Judith Tabina. Siswa SDN Jakasari, Jalan Tosari, Jakasari, Wonosobo, Jawa Tengah, ini menjadi favorit dengan karyanya Aku Menunggu Tuk Berlari Bersamaku.
Pengumuman dan penyerahan hadiah kepada pemenang berlangsung di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (5/8/2010) sore. Tupperware mengadakan ini untuk mengumpulkan donasi bagi anak-anak kurang beruntung di seluruh Indonesia. Setiap tulisan yang dikirim dinilai Rp 10.000.
Hingga lima tahun keberadaan CHC, sekitar 34.000 anak bergabung dan memberikan total donasi 650 juta kepada rekan-rekan mereka yang kurang mampu sehingga anak-anak tersebut dapat menikmati pendidikan lagi.

Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/08/05/21131667/.quot.Toples.Kebahagiaan.quot..Juara.Pertama.CHC

Gerakan Pramuka Nasional

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Praja Muda Karana (Pramuka), Azrul Azwar, mengatakan, pihaknya meminta dukungan dana dari pemerintah untuk pelaksanaan revitalisasi program kerja.

Gerakan pramuka ditugaskan merevitasasi diri membangun karakter generasi muda, tetapi tugas itu tanpa disertai dengan dukungan dana.
-- Azrul Azwar

"Gerakan pramuka ditugaskan untuk merevitasasi diri membangun karakter generasi muda, tetapi tugas itu tanpa disertai dengan dukungan dana," kata Azwar, usai diterima Wakil Presiden RI Boediono di Jakarta, Rabu (4/8/21010).
Azrul meminta pemerintah pusat maupun daerah mengalokasikan dana APBN atau APBD untuk menopang kegiatan pramuka yang berdiri berdasarkan Keppres 238 tahun 1961. Dia mengemukakan, selama ini organisasi pramuka juga mencari sumber pendanaan lain yang sifatnya mengikat.
"Dana-dana itu bukan untuk organisasi, tapi untuk pembinaan gugus depan di desa," ungkap Azrul.
Dia menambahkan, permintaan dukungan dana itu sudah disampaikan dalam pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Pramuka yang masuk dalam program legislasi nasional 2010. Menurutnya, pembentukan RUU itu merupakan inisiatif Komisi X DPR RI.
Sementara itu, dari sisi pemerintah ada tiga kementerian yang terlibat dalam pembahasan RUU tersebut. Ketiga kementrian itu antara lain Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, serta Kementerian Hukum dan HAM.
"Ketuanya adalah Menteri Pendidikan Nasional," ujar Azwar.

Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/08/04/19205618/Pramuka.Minta.Dana.dari.Pemerintah