Jumat, 29 Oktober 2010

Pelatihan Otak Tengah

Tak Ada Cara Instan Cerdaskan Anak

JAKARTA, KOMPAS.com- Tidak ada guna bagi orang tua menyertakan anaknya dalam pelatihan aktivasi otak tengah yang diklaim bisa mencerdaskan seorang anak dalam waktu singkat. Untuk membuat anak menjadi pintar, orang tua harus menekankan buah hatinya agar rajin belajar sambil membangkitkan minat dan bakat.

"Saya melihat pelatihan aktivasi otak tengah itu tidak bermanfaat karena tidak mungkin seorang anak jadi pintar dalam dua hari," ujar Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia, Sarlito Wirawan Sarwono, Jumat (29/10/2010) di Jakarta.

Pria yang akrab disapa Mas Ito ini ragu dalam 48 jam kecerdasan anak bisa meningkat dengan cepat. "Untuk orang tua yang berpunya, uang sebesar Rp 3,5 juta itu tak seberapa. Tapi, kasihan pada sang anak kalau gagal memenuhi harapan ayah dan ibunya, menjadi orang pandai seperti Einstein," tutur pakar Psikologi Sosial itu.

Mas Ito juga memastikan di dalam psikologi tidak dikenal istilah aktivasi otak tengah atau mid-brain. Ia mengkhawatirkan anak bisa menjadi takut kalau dipaksa oleh orangtuanya ikut kegiatan yang mengklaim otak tengah anak masih dapat diaktifkan.

Menurut Sarlito, kecerdasan seorang anak kembali pada bagaimana rajin belajarnya si anak itu sendiri. Orang tua perlu memberikan latihan asosiasi kepada anaknya.

"Orang tua juga harus mencari minat dan bakat apa yang dimiliki anak hingga kemudian orang tua terus berusaha mendukung dan membangkitkan minat dan bakat tersebut," kata peraih gelar doktor pada tahun 1978 di University of Leiden, Belanda itu.

Sarlito meminta kalangan guru untuk memberikan pengajaran yang menyenangkan dan menghibur bagi muridnya, sehingga ilmu bisa lebih cepat diserap tanpa disertai kebosanan dan ketakutan. "Saya yakin anak mampu menjadi sosok yang cerdas apabila sang anak diberikan dorongan dan kesempatan untuk mengembangkan minat dan bakatnya sendiri. Dan, untuk mencapai titik cerdas itu, tidak cukup dalam waktu instan," tegasnya.

sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/29/22483634/Tak.Ada.Cara.Instan.Cerdaskan.Anak

Kamis, 14 Oktober 2010

APBS

Anggaran Sekolah Mirip Dokumen Rahasia?


JAKARTA, KOMPAS.com - Banyak guru di berbagai sekolah di Indonesia masih mengalami berbagai ancaman atau intimidasi, baik ketika berupaya mengkritisi Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (APBS) maupun saat memperjuangkan "persamaan" tunjangan kinerja daerah (TKD) yang dinilai sangat diskriminatif terhadap guru.
APBS itu seolah menjadi dokumen rahasia sekolah. Guru-guru yang menanyakan APBS malah ditekan, yang menekan tak hanya kepala sekolah, tapi juga komite sekolah.
-- Ade Irawan

Duabelas orang guru SMAN 1 Purwakarta, misalnya. Para guru tersebut mengalami mutasi massal secara sewenang-wenang karena mengkritisi Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (APBS).

Koordinator Divisi Monitoring ICW Ade Irawan mengungkapkan, guru saat ini semakin dituntut profesional, tetapi dibayar dengan gaji rendah. Kondisi semacam itu sangat tidak adil bagi guru.

"APBS itu seolah menjadi dokumen rahasia di sekolah. Guru-guru yang menanyakan APBS malah ditekan, yang menekan tidak hanya kepala sekolah, tetapi juga komite sekolah ikut-ikutan," kata Ade dalam sebuah acara refleksi guru yang masih mengalami intimidasi dan diskriminasi secara sistematik yang digelar Forum Musyawarah Guru DKI Jakarta (FMGJ) dan ICW di Jakarta, Senin (4/10/2010).

"Intimidasi dan ancaman mutasi rasanya cukup manjur untuk membuat guru-guru menjadi diam dan tidak kritis," tambahnya.


sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/04/2010292/Anggaran.Sekolah.Mirip.Dokumen.Rahasia..

TRANSPARANSI DANA BOS

Darmaningtyas: Masyarakat Kita Pengecut!
Laporan wartawan KOMPAS Luki Aulia

JAKARTA, KOMPAS.com — Komite sekolah yang seharusnya memiliki posisi kuat dan independen sebagai representasi publik pada banyak kasus justru lemah dan menjadi perpanjangan tangan kepala sekolah. Untuk memastikan transparansi anggaran sekolah, guru dan orang tua murid harus diberdayakan agar selalu kritis dalam mengawasi arus keluar masuk anggaran untuk beragam kegiatan di sekolah.

Perlu pemberdayaan masyarakat agar berpikir kritis, tetapi ada problem kultural. Pada dasarnya masyarakat itu pengecut, tak akan ada perubahan kalau begitu.
-- Darmaningtyas

Oleh karena itu, yang harus didorong, menurut pengamat pendidikan Darmaningtyas, adalah pelaksanaan manajemen sekolah yang terbuka. Namun, itu pun tidak cukup jika masyarakat, terutama orang tua murid, tidak peduli atau takut untuk kritis mempertanyakan anggaran sekolah.
"Perlu pemberdayaan masyarakat agar berpikir kritis, tetapi ada problem kultural. Pada dasarnya masyarakat itu pengecut. Tidak akan ada perubahan apa-apa kalau begitu," kata Darmaningtyas dalam diskusi "Transparansi Anggaran Dana BOS" yang diselenggarakan Institut Studi Arus Informasi, Kamis (14/10/2010) di Jakarta.
Jumono dari Aliansi Orang Tua Peduli Pendidikan mengakui, selama ini tidak ada pemberdayaan orang tua yang terwakili di dalam komite sekolah. Manajemen berbasis sekolah, yang artinya setiap sekolah memiliki otonomi masing-masing, justru menutup akses informasi bagi guru dan orang tua murid.
"Manajemen sekolah tidak akan punya arti apa-apa jika orang tua murid tidak diberdayakan," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengaku tengah mendorong sekolah agar lebih profesional melalui komite sekolah yang seharusnya bertanggung jawab mengawasi dan mengawal sekolah dari sisi finansial dan mutu akademik. Fasli mengakui, pihaknya belum puas dengan tata cara pemilihan anggota komite sekolah.
"Padahal, sudah ada aturannya di peraturan menteri. Masyarakat memang harus diberdayakan supaya manajemen berbasis sekolah tidak di-abuse," kata Fasli.


Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/14/21324614/Darmaningtyas:.Masyarakat.Kita.Pengecut.

Senin, 11 Oktober 2010

Akibat Perang Seperlima Penduduk Irak Buta Huruf

Departemen Pendidikan Irak mengeluarkan pernyataan bahwa hampir seperlima dari penduduk Irak mengalami buta huruf dan memiliki keterkaitan yang kuat dengan adanya kekerasan serta peningkatan yang luar biasa dalam jumlah penduduk yang mengalami putus sekolah.

Pernyataan resmi departemen pendidikan Irak terkait banyaknya buta huruf dari warga Irak bertepatan dengan pengumuman yang dikeluarkan oleh organisasi PBB yang memperkirakan bahwa seperlima dari orang dewasa Irak, yaitu antara usia 10 dan 49, tidak tahu cara membaca atau menulis, surat kabar berbasis di London al-Hayat melaporkan Rabu kemarin (15/9).

Gelombang kekerasan yang menyapu negara itu sejak invasi pimpinan Amerika 2003 memainkan peran penting dalam meningkatkan tingkat buta huruf di Irak, kata Walid Hassan, juru bicara Departemen Pendidikan.

"Tingginya tingkat buta huruf sejak invasi terutama karena anak-anak menjadi putus sekolah dan bekerja demi menghidupi keluarga mereka setelah mereka kehilangan segalanya dalam perang," katanya dalam pernyataan tersebut.

Perang juga membuat sulit bagi pemerintah untuk menerapkan UU wajib pendidikan dan membuat para keluarga tidak bisa mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah atau menjadikan anak-anak mereka drop out sebelum menyelesaikan pendidikan dasar mereka.

Ketidakstabilan politik negara tersebut telah menderita sejak tahun 2003, kata pernyataan itu, sehingga menyebabkan tidak adanya strategi pendidikan yang komprehensif dan kurangnya pendanaan yang tepat.

"Tidak ada cukup koordinasi antara pemerintah dan pihak terkait, seperti sektor swasta, dan masyarakat sipil."

Pernyataan itu menambahkan bahwa selain kebutuhan untuk merumuskan strategi baru dan mengembangkan kurikulum sekolah, pusat-pusat untuk mendidik orang dewasa harus didirikan dalam rangka untuk mengajar warga Irak yang buta huruf yang telah melewati usia masa sekolah.

"Kami telah membuka beberapa pusat pendidikan di beberapa governorat dan menyusun kurikulum yang sesuai dengan umur dan keterampilan siswa, namun hal ini membutuhkan anggaran secara keseluruhannya."

Illiteracy rates Tingkat buta huruf

Menurut pernyataan kementerian pendidikan, persentase buta huruf di kalangan perempuan Irak adalah 24%, lebih dari dua kali lipat persentase di antara perempuan (11%). Adapun anak-anak dari kedua jenis kelamin, sekitar 19% antara usia 10 dan 14 tahun tidak bersekolah.

Tingkat buta huruf berbeda menurut daerah karena mencapai 25% di pedesaan dan tidak melebihi 14% di wilayah perkotaan. Persentase berbeda menurut propinsi dan mencapai tingkat terendah di Diyala, Baghdad, dan Kirkuk dan tertinggi di Duhok dan As Sulaymaniyah di kawasan Kurdi.

Pada pertengahan 1980-an, Irak tercatat sebagai negara yang bebas buta huruf setelah pemerintah meluncurkan kampanye luas untuk menghilangkan buta huruf. (fq/aby)


sumber: http://www.eramuslim.com/berita/dunia/akibat-perang-seperlima-penduduk-irak-buta-huruf.htm

Kiat Pendidikan Islami Sejak Dini pada Anak

Anak adalah amanah yang diberikan Allah Swt pada para orang tua. Karenanya, orang tua berkewajiban mengasuh, mendidik, melindungi dan menjaga amanah Allah itu agar menjadi generasi muslim yang bukan hanya sukses di dunia, tapi juga di akhirat kelak.
Dalam keseharian, para ibulah yang memegang peranan penting dalam pengasuhan dan pendidikan putra-putrinya. Pernahkah para ibu merenungkan sejauh mana peranan yang mereka mainkan akan berpengaruh dalam perjalanan hidup si anak? Kita semua tahu bahwa semua perbuatan manusia selama di dunia dicatat dalam sebuah buku yang akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt. Begitu pula anak-anak kita kelak, dan isi catatan buku mereka selama di dunia sangat tergantung dengan bagaimana cara kita mendidik mereka, apakah kita menerapkan pola pengasuhan dan pendidikan yang cukup Islami.
Sebagai contoh, apakah anak-anak kita sekarang sudah memahami tentang hubungannya dengan Sang Pencipta? Nasehat apa yang akan kita berikan pada anak-anak ketika kita menjelang ajal, sehingga ketika kita dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt tentang anak-anak kita, kita mampu menjawab, "Ya Allah, aku membesarkan anak-anakku dengan ihsan (sempurna) semampu yang saya bisa, agar taat dan tunduk pada ajaran-Mu."
Di tengah perkembangan zaman seperti sekarang ini. Tugas mendidik, menjaga dan melindungi anak dari pengaruh buruk arus globalisasi dan modernisasi, bukan perkara yang ringan. Bekal pendidikan dari sekolah berkualitas, menanamkan rasa tanggung jawab dan disiplin serta moral tidak cukup, jika tidak diimbangi dengan bekal pendidikan agama yang baik.
Bekal pendidikan rohani yang harus para ibu tanamkan sejak dini adalah membangun keyakinan yang kuat dalam hati mereka tentang ke-esa-an Allah Swt, mengajarkan rasa cinta yang besar pada Nabi Muhammad Saw dan mengajarkan mereka nilai-nilai serta ketrampilan yang akan bermanfaat bagi kehidupan mereka saat dewasa nanti.
Sejak dini, tanamkan pada diri anak-anak tentang konsep Tiada tuhan Selain Allah. Allah tidak ada sekutu bagi-Nya dan tidak ada yang menyerupai-Nya. Selalu mengingatkan pada anak-anak bahwa Allah Mahatahu apa yang ada di bumi dan di langit, agar anak-anak selalu menjaga ucapan dan tindakannya. Beritahukan pada anak-anak, apa sesungguhnya tujuan hidup ini dan arahkan mereka agar tetap fokus dan memiliki visi yang jelas tentang konsep hidup.
Itulah tantangan bagi para ibu untuk menghasilkan generas-generasi muslim yang hebat dan bermanfaat bagi umat. Generasi yang tidak hanya cerdas intelektual tapi juga cerdas dari sisi sosial, emosi dan spiritual. Tentu saja untuk melakukan itu semua, para ibu harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk mendidik dan berinteraksi dengan anak-anak. Tips-tips berikut bisa menjadi acuan bagi para ibu dalam menerapkan pola asuh dan pendidikan bagi anak-anak di rumah, agar menjadi generasi yang Islami:
1. Setiap anak itu unik
Kita harus memahami bahwa setiap anak terlahir unik. Pahami bahwa setiap anak lahir sebagai individu yang mewirisi kualitas kepribadian yang berada di luar kendali orang tua. Itulah sebabnya, orang tua harus mampu mengidentifikasi karakteristik yang unik dan perilaku anak-anak kita, tanpa harus mencetak dan mendorong anak-anak ke arah yang orang tua sukai. Jika kita memahami hal ini, kita akan memberikan pengasuhan, bimbingan dan dukungan yang anak-anak butuhkan untuk melengkapi potensi yang telah Allah berikan pada mereka.
2. Membangun dan menanamkan tentang kasih sayang Allah Swt pada anak-anak
Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka" (Surat At-Tahrim;6). Tanamkan pada anak-anak bahwa tentang kecintaan dan keyakinan bahwa segala sesuatu terjadi adalah atas kehendak Allah. Ajarkan mereka selalu mengucapkan "La illaha illah Allah; jika anak meminta sesuatu, katakan pada mereka untuk berdoa, meminta pada Allah karena Allah yang memiliki segala sesuatu. Ajarkan kecintaan pada Allah saat santai dan berbincang-bincang dengan anak, agar mereka mudah memahami mengapa manusia beribadah, harus taat dan melaksanakan ajaran-Nya.
3. Salat
Rasulullah Saw berkata, "Ajarilah anak-anakmu salat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan ketika mereka berusia sepuluh tahun, hukumlah jika mereka melalaikan salat.". Orang tua harus membiasakan mengajak anak salat tepat waktu. Jadikah salat berjamaah sebagai kebiasaan dalam keluarga, bahkan jika anak masih di bawah umur, tak ada salahnya selalu mengajak mereka salat. Jika kewajiban salat sudah melekat kuat dalam diri anak, maka anak-anak akan terlatih untuk salat dengan khusyuk.
4. Kegiatan Sosial
Ajaklah anak-anak sesering mungkin untuk melakukan aktivitas sosial, berjalan-jalan ke taman, berkunjung ke kebun binatang atau museum, belajar berenang, bertaman, mengamati matahari tenggelam, dan kegiatan lainnya. Sebisa mungkin, jauhkan anak dari kebiasaan nonton tv dan isi waktu luang mereka dengan aktivitas fisik, misalnya melakukan olahraga yang mereka sukai.
5. Berkumpul dengan Keluarga
Biasakan berkumpul dengan seluruh keluarga, mendiskusikan berbagai isu yang merangsang semua anggota keluarga mengemukakan pendapatnya. Kebiasaan ini melatih rasa percaya diri anak dan kemampuannya bicara di muka umum dan akan mengakrabkan sesama anggota keluarga. Kebiasaan berkumpul ini juga bisa dilakukan dengan cara memainkan permainan yang melibatkan seluruh anggota keluarga atau memanfaatkan waktu makan, dengan membiasakan makan bersama.
6. Membangun kesadaran pada anak-anak akan pentingnya kebersihan dan menjaga lingkungan hidup
Kesadaran ini harus dimulai dari rumah sendiri, dengan melibatkan anak-anak dalam urusan pekerjaan rumah. Mintalah anak memilih pekerjaan rumah apa yang bisa ia lakukan, apakah menyapu, mengepel, mencuci piring, untuk membantu meringankan tugas ibu di rumah.
7 Komunikasi
Komunikasi adalah ketrampilan yang paling penting yang akan dipelajari anak-anak. Bicaralah pada anak sesuai dengan tingkat pemahaman anak. Rasulullah Saw mencontohkan, saat bicara dengan anak-anak menggunakan bahasa yang sederhana dan jelas sehingga anak-anak mau mendengarkan dan bisa memahami apa yang disampaikan.
8. Disiplin
Kita tahu bahwa disiplin dan pengendalian diri merupakan karakter utama seorang muslim. Kita belajar dan melatih diri tentang kedisiplinan dan pengendalian diri melalui ibadah puasa dan perintah Allah itu menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang dalam Islam. Orang tua harus menjelaskan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan anak-anak, dan apa konsekuensinya jika hal itu dilanggar. Tentu saja larangan itu dalam batas-batas yang wajar. Misalnya, orang tua tidak melarang anak nonton tv sama sekali, tapi memberi batasan berapa lama anak boleh nonton televisi, misalnya cuma 30 menit. Orang tua juga harus menepati janji jika menjajikan sesuatu pada anak, karena jika tidak, anak akan menganggap orang tuanya tidak bisa dipercaya.
9. Rutin
Membiasakan anak-anak melakukan tugas-tugasnya dengan rutin, misalnya salat tepat waktu, membaca dan menghapal Al-Quran, membaca hadis, membiasakan membaca doa-doa Rasulullah sebelum tidur, beramal meski cuma dengan senyum, dan kebiasaan lainnya yang akan menjadi kegiatan rutin bagi anak kelak.
10. Memberikan Teladan yang baik
Rasulullah Saw. adalah teladan terbaik bagi kaum Muslimin. Bacakanlah kisah-kisah tentang Rasulullah Saw, pada anak-anak agar anak-anak mengikuti Sunah-Sunahnya dengan rasa cinta. Bacakan pula kisah-kisah tentang para nabi, sahabat-sahabat Nabi, dan pahlawan-pahlawan dalam sejarah Islam sehingga tumbuh rasa cinta anak pada Islam.
11. Melakukan perjalanan yang menyenangkan
Perjalanan yang menyenangkan bersama keluarga tidak harus selalu mengunjungi tempat-tempat wisata, tapi bisa juga mengunjugi masjid-masjid lokal. Kunjungan ke masjid sekaligus mengajarkan anak tentang bagaimana etika berada di dalam masjid dan menumbuhkan rasa cinta pada masjid, terutama bagi anak lelaki. Selain masjid, ajaklah mereka berkunjung ke tempat-tempat bersejarah Islam agar mereka tahu warisan-warisan budaya dan sejarah Islam.
Tips-tips di atas cuma menjadi acuan bagi para orang tua, khususnya para ibu untuk menanamkan pendidikan yang Islami sejak usia dini. Tentu saja ikhtiar ini harus didukung oleh doa orang tua yang tak putus-putus untuk anak-anak mereka, agar harapan akan anak-anak yang bertakwa pada Allah Swt terkabul. (ln/Khafayah Abdulsalam-ProdMuslim)

Sumber: http://www.eramuslim.com/akhwat/muslimah/kiat-mengasuh-anak-menjadi-pribadi-yang-percaya-diri-dan-islami.htm

Sabtu, 09 Oktober 2010

Olimpiade Penelitian Siswa

Wow, Ada 983 Makalah Penelitian Siswa!
Laporan wartawan Kompas.com M.Latief

JAKARTA, KOMPAS.com - Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) tahun ini dikelompokkan menjadi tiga, yaitu Kelompok Sains Dasar (matematika, fisika, kimia, biologi), Kelompok Sains Terapan (ekologi, mesin dan eletronika, komputer/informatika, kesehatan, pertanian), serta IPS dan Humaniora (ekonomi dan manajemen, sejarah dan kebudayaan, bahasa dan kesusastraan, pendidikan dan psikologi, sosiologi dan antropologi).
Peran guru sangat penting dalam mendukung motivasi siswa untuk meneliti. Masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki oleh siswa.
-- Moh. Hasroel Thayib

Dari 983 naskah OPSI 2010 yang diterima panitia, terdapat 240 makalah yang masuk dari bidang sains dasar, 472 dari bidang sains terapan, dan 199 dari bidang IPS dan humaniora. Untuk melakukan proses seleksi terhadap 983 makalah itu, Direktorat Pembinaan SMA, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdiknas, telah membentuk tim juri yang berasal dari beberapa pakar penelitian dan dosen dari berbagai perguruan tinggi negeri dengan latar belakang ilmu ataupun bidang yang diteliti.

Koordinator juri bidang sains terapan, Dr Moh. Hasroel Thayib mengatakan, secara garis besar penilaian makalah penelitian OPSI meliputi aspek-aspek antara lain keterpenuhan metode ilmiah, keunikan ide penelitian dan kreativitas, peluang aplikasi, orosinilitas, serta kebahasaan.

"Maka, peranan para guru sangat penting dalam mendukung motivasi siswa untuk meneliti. Dari beberapa makalah yang diseleksi, masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki oleh siswa, khususnya metodologi penelitian yang dilakukan masih belum terstruktur," ujar Hasroel kepada Kompas.com, Selasa (31/8/2010), di Jakarta.

Menurut Hasroel, guru harus lebih dulu memberikan pemahaman pada siswa tentang prosedur-prosedut meneliti yang baik. Dia bilang, sampai saat ini masih banyak makalah yang perlu mendapat perhatian khusus para guru, meskipun beberapa diantaranya sudah ada yang cukup baik untuk tataran siswa SMA.

"Namun demikian apa yang sudah dilakukan para siswa yang mengirimkan naskah OPSI ini kita berikan apresiasi yang luar biasa atas keinginan mereka untuk meneliti, ini sebenarnya tujuan utama kita," jelas Hasroel.

Adapun pelaksanaan Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) 2010 telah memasuki tahap awal, yakni proses penyeleksian naskah penelitian. Sebanyak 983 makalah yang diterima oleh Subdit Kesiswaan Direktorat Pembinaan SMA Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) telah diseleksi oleh tim juri pada 20 – 22 Agustus 2010 lalu.

Kepala Seksi Bakat dan Prestasi Siswa-Direktorat Pembinaan SMA, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdiknas, Suharlan, mengatakan, OPSI merupakan format baru dan penyempurnaan dari kegiatan Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) sebagai pintu gerbang prestasi para siswa Indonesia di kancah internasional seperti yang diatur dalam Permendiknas nomor 34 dan 38 tentang pembinaan prestasi peserta didik.

"Ini untuk menghindari kompetisi-kompetisi internasional tanpa melalui proses seleksi secara terbuka yang hanya menunjuk dan membina sekolah-sekolah tertentu," ujarnya.


sumber:http://edukasi.kompas.com/read/2010/08/31/11440573/Wow..Ada.983.Makalah.Penelitian.Siswa.

Olimpiade Penelitian Siswa

Inilah, Bakso Keong ala Pratama....

JAKARTA, KOMPAS.com - Dari hama menjadi ladang wirausaha, kiranya itulah ide penelitian yang muncul di benak Pratama Rachmat Wijaya, siswa SMA 1 Muhamadiyah, Solo, Jawa Tengah. Di tangan Pratama, keong yang selama ini hanya menjadi hama padi dan musuh petani, diteliti untuk menjadi bahan daging bakso yang lezat dan menguntungkan.
Teksturnya juga lebih kenyal seperti bakso urat dan warnanya agak gelap.
-- Pratama Rachmat Wijaya

Pratama adalah satu dari 95 peserta tingkat SMP-SMA yang menggelar hasil penelitiannya pada Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) 2010 di Jakarta sejak 4 hingga 9 Oktober 2010.

"Penelitian saya ini memang lebih mengedepankan sisi wirausaha ekonomi masyarakat desa, karena keong yang merupakan hama tanaman padi bisa dimanfaatkan untuk membuat daging bakso," ungkap Pratama kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (4/10/2010).

Pratama menambahkan, ditinjau dari aspek ekonomi, petani mengalami kerugiam besar karena hama keong. Untuk itu, penelitian yang dilakukannya diupayakan dapat membantu kerja petani, yaitu membasmi keong dengan cara memanfaatkan dan mengubahnya menjadi bermanfaat sebagai lahan wirausaha daging bakso.

"Satu kilogram daging keong dijual Rp 10.000. Jika diolah dengan bumbu dan sayur-sayuran, modal awal untuk 20 mangkok bakso yang siap makan sebesar Rp 34.000. Dari modal itu kemudian dibagi menjadi 20 mangkok, maka satu mangkok bisa dijual Rp 1.700. Penjual bisa menjualnya Rp 3.500. Maka, jika dihitung-hitung, satu mangkok bisa untung Rp 1.800," jelas Pratama.

Dia memaparkan, dilihat dari kesehatannya, daging keong pun lebih banyak keunggulannya dibandingkan daging ayam. Untuk bakso ayam kandungan kalorinya 51, 56 %, sedangkan bakso keong 134, 76 %. Untuk karbohidrat, bakso ayam memiliki kandungan hingga 7,30 %, sementara bakso keong memiliki nilai karbohidrat hingga 33, 69 %.

"Proses penelitian ini saya kerjakan selama 1,5 bulan. Idenya dari menonton TV, saya melihat banyak petani yang merugi akibat hama ini, padahal hama ini bisa dimanfaatkan," lanjut Pratama.

"Teksturnya juga lebih kenyal seperti bakso urat dan warnanya agak gelap," tambahnya.

Diberitakan sebelumnya, OPSI 2010 yang digelar untuk kedua kalinya ini diharapkan mampu menjadi wahna pengembangan dan kompetisi dalam bidang penelitian bagi siswa/siswi tingkat SMP dan SMA, baik bersifat pengungkapan (discovery) maupun penemuan (inovation). Dibuka sejak Rabu (4/10/2010), OPSI diikuti 95 peserta dari tingkat SMP-SMA dan akan ditutup pada Sabtu (9/10/2010).

Selain "Bakso Keong" karya SMA 1 Muhammadiyah Solo, penelitian lain yang unik dan menarik untuk dilihat di OPSI 2010 adalah "Seni Wayang Potehi" karya SMAN 3 Kediri dan "Tren Lesbian pada Remaja" karya SMA RSBI Negeri 1 Cibadak, Jawa Barat.

sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/08/09593376/Inilah..Bakso.Keong.ala.Pratama....

OPSI 2010

IPS, "Ladang" Baru Penelitian Siswa
Laporan wartawan Kompas.com M.Latief

JAKARTA, KOMPAS.com - Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) tahun ini dikelompokkan menjadi tiga, yaitu Kelompok Sains Dasar (matematika, fisika, kimia, biologi), Kelompok Sains Terapan (ekologi, mesin dan eletronika, komputer/informatika, kesehatan, pertanian), serta IPS dan Humaniora (ekonomi dan manajemen, sejarah dan kebudayaan, bahasa dan kesusastraan, pendidikan dan psikologi, sosiologi dan antropologi). Dihadirkannya penelitian bidang IPS menjadi pengembangan OPSI yang baru sehingga bidang penelitian siswa menjadi lebih luas.
Kami ingin budaya meneliti itu benar-benar menyebar di kalangan siswa sejak SD sampai SMA.
-- Suharlan

"Pada tahap penjurian, dari 983 naskah penelitian yang diterima panitia terdapat 240 makalah yang masuk dari bidang sains dasar, 472 dari bidang sains terapan, dan 199 dari bidang IPS dan humaniora," ujar Kepala Seksi Bakat dan Prestasi Siswa Direktorat Pembinaan SMA, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdiknas, Suharlan, kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (8/10/2010).

Untuk melakukan proses seleksi terhadap 983 makalah itu, kata Suharlan, Direktorat Pembinaan SMA telah membentuk tim juri dari beberapa pakar penelitian dan dosen berbagai perguruan tinggi negeri dengan latar belakang ilmu ataupun bidang yang diteliti.

"Penilaian mereka (dewan juri) secara garis besar meliputi aspek-aspek antara lain keterpenuhan metode ilmiah, keunikan ide penelitian dan kreativitas, peluang aplikasi, orosinilitas, serta kebahasaan," lanjut Suharlan.

Suharlan, mengatakan, OPSI merupakan format baru dan penyempurnaan dari kegiatan Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) sebagai pintu gerbang prestasi para siswa Indonesia di kancah internasional seperti yang diatur dalam Permendiknas nomor 34 dan 38 tentang pembinaan prestasi peserta didik. Hal tersebut untuk menghindari kompetisi-kompetisi internasional yang digelar tanpa melalui proses seleksi secara terbuka yang hanya menunjuk dan membina sekolah-sekolah tertentu.

"Kami ingin budaya meneliti itu benar-benar menyebar di kalangan siswa sejak SD sampai SMA," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, OPSI 2010 digelar untuk yang kedua kalinya sebagai wahana pengembangan dan kompetisi dalam bidang penelitian bagi siswa/siswi tingkat SMP dan SMA, baik bersifat pengungkapan (discovery) maupun penemuan (inovation). OPSI dibuka sejak Rabu (4/10/2010) diikuti 95 peserta dari tingkat SMP-SMA dan akan ditutup pada Sabtu (9/10/2010) ini.

Adapun beberapa karya menarik dari OPSI 2010 antara lain "Bakso Keong" karya SMA 1 Muhammadiyah Solo, "Seni Wayang Potehi" karya SMAN 3 Kediri, serta "Tren Lesbian pada Remaja" karya SMA RSBI Negeri 1 Cibadak, Jawa Barat.


sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/08/11081181/IPS...quot.Ladang.quot..Baru.Penelitian.Siswa

Karya Ilmiah Sebaiknya Bergaya Cerita

Laporan wartawan KOMPAS Erwin Edhi Prasetyo

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Karya-karya ilmiah ada baiknya perlu disajikan dalam wujud tulisan bergaya cerita. Dengan cara ini akan lebih menarik dan memudahkan pembaca awam memahami isi tulisan.

"Dengan gaya penulisan cerita, sebuah gagasan serius, sebuah pergulatan pemikiran bisa diungkap dengan gaya bahasa yang sederhana sehingga bagi pembaca akan mudah memahaminya," ucap Abdur Rozaki, peneliti Institute for Research and Empowerment yang juga dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga , Fakultas Dakwah, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam), dalam diskusi buku Kliwon : Perjalanan Seorang Saya karya Mukhotib MD di Yogyakarta, Kamis (7/10/2010).

Abdur mengungkapkan, diperkirakan jumlah pembaca buku-buku ilmiah hanya sekitar 20 persen, sisanya memilih membaca buku-buku cerita, seperti novel dan komik. Penulisan buku-buku ilmiah yang cenderung kaku dan formal, seringkali justru membatasi minat orang untuk membaca.

"Pendekatan menulis menja di sesuatu yang penting, metode penulisan penting diperhatikan penulis dengan melihat siapa pembacanya. Sebuah gagasan bila tidak dikemas dengan baik, justru akan meleset dan tidak kena sasaran," ungkapnya.

Ia mencontohkan, banyak karya ilmiah ataupun hasil penelitian, dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat saat ini ma sih banyak ditulis secara kaku dengan banyak catatan kaki. "Padahal, segmen pembaca yang disasar adalah kelompok-kelompok marginal yang mereka dampingi sehingga menjadi sulit memahami isi tulisan. Bukan hanya pembaca yang beradaptasi dengan buku namun penulis juga beradaptasi dengan suasana batin keseharian pembaca," tutur Abdur.

"Kelebihan dari gaya tutur bercerita seperti novel atau komik yaitu memiliki daya fleksibilitas dan kelenturan dalam menarasikan dialektika pergulatan teoritis dengan pengalaman keseharian sehingga mudah dipahami pembaca awam. Penting juga, penulis membuat tulisan pendek karena saat ini pembaca juga membutuhkan tulisan yang sekali baca langsung selesai. Sampaikan secara pendek tetapi pembaca tetap mampu menangkap ide," ungkapnya.

sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/07/20530968/Karya.Ilmiah.Sebaiknya.Bergaya.Cerita

Kasus SMAN 1 Purwakarta

Seharusnya, Guru Jangan Takut Kritis...

JAKARTA, KOMPAS.com — Persoalan mutasi massal dan sewenang-wenang pada 12 guru SMAN Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) 1 Purwakarta, Jawa Barat, dan intimidasi yang dialami seorang guru SMAN 6 Jakarta harus dituntaskan. Kepala sekolah atau bentuk birokrasi lain di sekolah atau setingkat dinas pendidikan yang mengintimidasi guru dalam bentuk apa pun dinilai telah melanggar Pasal 39 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Jaminan Perlindungan Profesi Guru.
Siapa pun yang melanggar pasal itu bisa dikenai sanksi. Ini tidak bisa ditoleransi.
-- Suparman

"Siapa pun yang melanggar pasal itu bisa dikenai sanksi. Ini tidak bisa ditoleransi," ujar Ketua Umum Forum Guru Independen Indonesia (FGII) Suparman kepada Kompas.com, Jumat (8/10/2010).

Seperti diberitakan sebelumnya di Kompas.com, Selasa (5/10/2010), sebanyak 12 guru SMAN RSBI 1 Purwakarta, Jawa Barat, mengalami mutasi massal secara sewenang-wenang karena kritis terhadap uang dana sumbangan pendidikan (DSP) yang diberikan oleh para orangtua murid. Menurut para guru yang dimutasi itu, DSP tersebut sebesar Rp 1.207.100.000. Namun, kepala sekolah mengaku hanya menerima Rp 800 juta.

Sebelumnya, di SMAN 6 Jakarta, lantaran terlalu kritis dalam menyikapi kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di sekolahnya, seorang guru menjadi korban intimidasi kepala sekolahnya. Kepada Kompas.com, Senin (4/10/2010), guru yang bersangkutan mengungkapkan ihwal banyaknya kejanggalan di SMAN 6, terutama masalah transparansi keuangan, tunjangan kinerja daerah (TKD), bimbingan belajar kelas, dan manipulasi kenaikan kelas.

Menanggapi hal itu, Suparman kembali menegaskan bahwa terkait dengan anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS), guru ataupun dewan pendidikan wajib menolak RAPBS. Bahkan, kata dia, kepala sekolah wajib melaporkan semua kegiatan sekolah.

"Termasuk melaporkan dana pendidikan kepada dewan pendidikan. Jadi, tidak ada alasan sikap kritis guru mempertanyakan transparansi keuangan dijawab dengan ancaman intimidasi dalam bentuk apa pun," ujar Suparman

sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/08/17374977/Seharusnya..Guru.Jangan.Takut.Kritis...

Budaya Membaca Masih Memprihatinkan

Laporan wartawan KOMPAS Ester Lince Napitupulu
JAKARTA, KOMPAS.com — Budaya membaca masih menjadi persoalan di Indonesia. Peningkatan minat membaca sejak dini di sekolah terkendala minimnya koleksi-koleksi buku yang menarik bagi siswa.
Jika melihat indikator sosial dan budaya Badan Pusat Statistik, salah satu yang dilihat adalah penduduk berumur 10 tahun yang membaca surat kabar atau majalah. Semakin tahun, jumlah itu semakin menurun.
Tahun 2009, baru sebanyak 18,94 persen yang membaca surat kabar atau majalah. Tahun sebelumnya, jumlah pembaca itu berada di kisaran 23 persen. Sebaliknya, jumlah penduduk yang menonton televisi terus meningkat. Tahun 2009, jumlahnya mencapai 90,27 persen, sedangkan tahun sebelumnya 85,86 persen.
Ketua Ikatan Penerbit Indonesia Setia Dharma Madjid di Jakarta, Kamis (7/10/2010), mengatakan bahwa minat baca belum menguat karena koleksi buku yang ada belum sesuai dengan kebutuhan mereka. "Kita mesti punya grand design kebutuhan buku secara nasional," kata Setia.
Kukuh Sanyoto, Direktur Eksekutif Serikat Penerbit Suratkabar bidang Pendidikan, mengatakan bahwa pemerintah mesti menyedikan informasi murah dan mudah untuk masyarakat. Untuk itu, perlu ada subisidi terhadap buku, surat kabar, dan lain-lain. Media literasi masyarakat masih terpusat di ibu kota.
Koleksi buku-buku di perpustakaan SD masih didominasi buku-buku teks pelajaran. Di sekolah-sekolah, jarang ada program rutin untuk membuat siswa biasa memanfaatkan perpustakaan.

Sumber : http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/07/19573456/Budaya.Membaca.Masih.Memprihatinkan

Kamis, 07 Oktober 2010

Pendidikan Fokus Keunggulan Akademik

JAKARTA, KOMPAS.com- Pendidikan yang dijalankan saat ini masih mengutamakan keunggulan akademik yang mengutamakan pengembangan kecerdasan logika. Akibatnya, potensi kecerdasan anak lainnya yang juga dibutuhkan dalam kehidupan tidak berkembang dengan optimal.

Kurikulum yang ada justru menjejali anak-anak dengan banyak mata pelajaran yang belum tentu relevan dengan kehidupan. Akibatnya, pembelajaran di sekolah tidak memberi ruang untuk mendukung tumbuhnya nilai-nilai positif di dalam diri anak.

"Sistem pendidikan saat ini masih berfokus pada pengembangan satu kecerdasan saja, utamanya kecerdasan logika dan matematika. Padahal, banyak kecerdasan lain yang perlu dikembangkan dalam diri anak. Kita mesti mampu membentuk anak-anak cerdas yang berkarakter baik," kata Sudamekh AWS, Presiden Direktur Central - Sevilla School yang juga Presiden Direktur Garuda Food dalam acara peringatan 8 tahun berdirinya Central-Cevilla School di Jakarta, Rabu (6/10). Sekolah ini antara lain juga digagas almarhum Nurcholis Madjid.

Menurut Sudamekh, pendidikan yang dapat membentuk karakter siswa itu dapat digabungkan dalam semua mata pelajaran di sekolah. Untuk itu, yang utamanya guru disiapkan dengan baik sehingga dapat mengembangkan nilai-nilai baik dalam diri siswa.

Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengatakan, guru memiliki peran paling penting untuk menjalankan pendidikan karakter di sekolah. Penyampaiannya tidak dengan cara konvensional. Tantangan yang dihadapi bagaimana guru mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif sesuai kondisi anak-anak yang berbeda-beda serta membuat siswa aktif.

Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/06/19294682/Pendidikan.Fokus.Keunggulan.Akademik

Senin, 04 Oktober 2010

Pramuka Jepang Punya Semangat Samurai

JAKARTA, KOMPAS.com — Studi banding panitia kerja RUU Kepramukaan Komisi X DPR ke Jepang, Korea Selatan, dan Afrika Selatan menambah pengetahuan anggota Dewan mengenai gerakan kepanduan di sana. Menurut seorang anggota panitia kerja atau panja, Hanif Dhakiri, lembaga pramuka di Jepang digunakan sebagai media untuk menanamkan nilai-nilai tradisional, seperti nilai semangat para samurai Jepang.

Di Jepang mengembangkan semangat samurai, menggunakan pramuka sebagai media menanamkan nilai-nilai itu.
-- Hanif Dhakiri

"Di Jepang, mengembangkan semangat samurai menggunakan pramuka sebagai media menanamkan nilai-nilai itu," katanya dalam sebuah diskusi di DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (28/9/2010).
Belajar dari Jepang, Indonesia berniat menanamkan nilai Pancasila dalam lembaga kepramukaan. Oleh karena itulah, peraturan kepramukaan dinilai perlu dibuat dalam sebuah undang-undang.
"Nilai khusus pramuka adalah Pancasila, harus diatur dalam undang-undang agar bisa diterapkan," ujar Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Azrul Azwar dalam kesempatan yang sama.
Selain itu, dari berkunjung ke Jepang dan Korea Selatan, Hanif menilai bahwa semangat kemandirian harus dijadikan prioritas utama dalam menggerakkan kepramukaan, baik mandiri dalam kepribadian, maupun mandiri dalam pembiayaan.
"Saya tidak setuju kalau pramuka mendidik dengan kemandirian, tapi institusinya enggak mandiri," katanya.
Biaya untuk gerakan pramuka jika menurut RUU Kepramukaan tidak akan dialokasikan dari APBN. Dana hanya berupa dana-dana program.
Sementara itu, Ketua Panja RUU Pramuka Hamka Naja menambahkan, gerakan pramuka perlu dikembangkan melalui komunitas-komunitas selain melalui sekolah, seperti halnya di Afrika Selatan.
"Pramuka tidak hanya didorong di sekolah-sekolah, tapi di komunitas. Di Afsel, yang eksis yang di komunitas," katanya.
Menyusul hal tersebut, melalui RUU Kepramukaan, Hamka mengatakan bahwa penampilan organisasi pramuka akan diubah agar tidak terkesan terlalu formal. "Direvitalisasi juga penampilannya. Mereka di Afsel pakai topi, t-shirt," imbuh Hamka.


Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/09/28/1834364/Pramuka.Jepang.Punya.Semangat.Samurai

Sertifikasi Bukan Menilai Mutu Guru

JAKARTA, KOMPAS.com - Sertifikasi guru bukan ukuran yang tepat untuk menilai peningkatan mutu guru. Sebab, sertifikasi guru lebih merupakan proses untuk menetapkan guru apakah memenuhi syarat atau tidak sesuai ketentuan yang berlaku.

Jangan hanya menyalahkan guru.
-- Sulistiyo

Pasalnya, peningkatan mutu guru pascasertifikasi tidak serta-merta meningkat tajam. Karena itu, program sertifikasi guru yang dilaksanakan pemerintah hingga tahun 2015, baik lewat penilaian portofolio maupun pendidikan dan pelatihan guru, tetap harus diikuti dengan pembinaan pengembangan profesi guru secara berkelanjutan.
"Jika pemerintah dan masyarakat belum puas dengan kinerja guru pascasertifikasi, jangan hanya menyalahkan guru. Selama ini, pembinaan dan pelatihan pada guru secara massal ketika ada kebijakan pendidikan yang berubah. Tetapi pembinaan secara sistematis dan komprhensif tidak terjadi," kata Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sulistiyo pascarapat koordinasi nasional PGRI akhir pekan lalu.di Jakarta, Senin (27/9/2010).
Sulistiyo mengatakan peningkatan mutu guru tidak bisa dilaksanakan dengan pendekatan proyek. Untuk itu, keseriusan penanganan guru harus jadi komitmen pemerintah. Salah satunya lewat direktorat jenderal peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan yang sudah ada.
"Bukan dibongkar-pasang sesukanya. Potret guru saat ini merupakan hasil dari pembinaan di masa lalu. Kita sudah tidak bisa coba-coba lagi dalam peningkatan mutu guru. Kita mesti sudah punya sistem pembinaan profesionalisme guru yang mantap," jelas Sulistiyo.
Ketua Harian Pengurus Besar PGRI, Unifah Rosyidi mengatakan peningkatan mutu guru pascasertifikasi ada, namun belum signifikan. Namun, kenyataan itu bukan berarti sertifikasi tidak berhasil.
Menurut Unifah, profesionalisme guru dapat berjalan jika ada sebuah sistem yang terus-menerus menjaga pembinaan guru berjalan. Selain itu, dalam diri guru itu sendiri harus ada komitmen untuk menjadi guru sejati.
Unifah mencontohkan, di Singapura pemerintah mengharuskan guru mendapatkan pelatihan selama 100 jam per tahun. "Para guru terus mendapat pelatihan mendasar untuk membuat mereka kaya dalam mengembangkan metodologi dan bahan ajar untuk mendorong prestasi siswa," katanya.
Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/09/27/22134364/Sertifikasi.Bukan.Menilai.Mutu.Guru

Refleksi Guru Indonesia

Guru Kritis Masih Dihantui Intimidasi
JAKARTA, KOMPAS.com - Duabelas orang guru SMAN 1 Purwakarta mengalami mutasi massal secara sewenang-wenang karena mengkritisi Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (APBS). Banyak juga guru di berbagai sekolah mengalami berbagai ancaman atau intimidasi ketika berupaya memperjuangkan "persamaan" tunjangan kinerja daerah (TKD) yang dinilai sangat diskriminatif terhadap guru.

Ironisnya, kepala sekolah juga didukung komite sekolah, padahal peran komite sekolah seharusnya sebagai mitra sekolah.
-- Retno Listyarti

Forum Musyawarah Guru DKI Jakarta (FMGJ) bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) menggelar jumpa pers mengenai refleksi guru Indonesia yang masih mengalami intimidasi dan diskriminasi secara sistematik.
"Ini merupakan satu gerakan besar untuk perjuangan guru-guru yang kritis," ujar Ketua FMGJ, Retno Listyarti, Senin (4/10/2010), di Kantor ICW, Jakarta.
Retno menambahkan, jika menanyakan tentang APBS atau TKD pasti diancam mutasi oleh kepala sekolah. "Ironisnya lagi, kepala sekolah juga didukung oleh komite sekolah, padahal peran komite sekolah seharusnya sebagai mitra sekolah, kenapa jadi komite sekolah yang mengatur kepala sekolah," tandas Retno.
Kepala sekolah kerap melakukan tekanan-tekanan terhadap guru-guru kritis dengan secara lunak dan kasar. Jika di sekolah swasta, kata dia, pasti dilakukan pemecatan oleh yayasan, di sekolah negeri pasti akan dimutasi ke daerah yang terpencil seperti, misalnya, ke Kepulauan Seribu.
"Jika ada masalah di sekolah pasti guru yang disalahkan. Seperti pada Ujian Nasional yang gagal, misalnya, pasti guru yang disalahkan, tidak becus mengajar," ungkap Retno.
Sementara itu, Koordinator Divisi Monitoring ICW Ade Irawan mengungkapkan, guru saat ini semakin dituntut profesional, tetapi dibayar dengan gaji rendah. Kondisi semacam itu sangat tidak adil bagi guru.
Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/04/19522265/Guru.Kritis.Masih.Dihantui.Intimidasi