Minggu, 17 Maret 2013

Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan



Inom Nasution

Pendahuluan
Sekolah sebagai penghasil mutu pendidikan dalam berbagai pandangan lapisan masyarakat hingga saat ini masih disimpulkan dalam kategori rendah pada setiap satuan jenjang pendidikan, khususnya pada pendidikan dasar dan menengah. Timbulnya pandangan seperti ini dipengaruhi oleh faktor kondisi dan realita yang dialami masing-masing kelompok masyarakat melalui jumlah lulusan yang belum banyak diserap pada lapangan pekerjaan yang tersedia. Masyarakat pada dasarnya telah meyadari pada kondisi era globalisasi sekarang ini bahwa mutu pendidikan sudah menjadi peroritas untuk dapat diwujudkan oleh pemerintah.
Pemerintah mengharapkan lulusan sekolah dapat menghasilkan sumber daya yang berkualitas agar dapat bersaing di era global saat ini. Masyarakat mendambakan kelak anak-anaknya dapat bersaing dan bekerja sebagaiman tuntutan pasar global. Bila mutu lulusan sekolah  berkualitas sumber daya dapat bersaing sehingga tidak terlihat banyak pengangguran.
Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMA sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survei dari lembaga yang sama, Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Penyebab rendahnya mutu pendidikan  (sekolah) di Indonesia tentu tidak lepas dari peran dan kepemimpinan seorang kepala sekolah sebagai top leadernya. Melihat pentingnya fungsi kepemimpinan kepala sekolah, maka usaha untuk meningkatkan kinerja yang lebih tinggi bukanlah pekerjaan mudah bagi kepala sekolah karena kegiatan berlangsung dalam sebuah proses panjang yang direncanakan dan diprogram secara baik pula. Namun pada kenyataannya tidak sedikit kepala sekolah yang hanya berperan sebagai pimpinan formalitas dalam sebuah sistem yakni hanya sekedar sebagai pemegang jabatan struktural sambil menunggu masa purna tugas, jika tidak boleh menyebut sebagai orang-orang apatis yang kehabisan energi dan gairah hidup.
Banyak faktor penghambat tercapainya kualitas kepemimpinan seorang kepala sekolah seperti proses pengangkatannya tidak transparan, rendahnya mental kepala sekolah yang ditandai dengan kurangnya motivasi dan semangat serta kurangnya disiplin dalam melakukan tugas dan seringnya datang terlambat, wawasan kepala sekolah yang masih sempit serta banyak faktor lain yang menghambat kinerja seorang kepala sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan pada lembaga yang dipimpinnya. Ini mengimplikasikan rendahnya produktivitas kerja kepala sekolah yang berimplikasi juga pada mutu (input, proses dan output).
Beberapa survei akademis disebutkan sekitar 70 persen mutu pendidikan itu didongkrak kepala sekolah, dan sisanya oleh guru, orang tua dan peserta didik khususnya (http://www.antaranews.com/berita/336501/70, diunduh 26 januari 2013). Ini menggambarkan bahwa betapa pentingnya peran kepala sekolah sebagai pemimpin di sekolah, dimana kepala sekolah sebagai penentu mutu pendidikan yang dihasilkan sekolah, yakni penghasil sumber daya yang diharapkan dapat bersaing di pasar global.
            Pemerintah telah berupaya memperbaiki berbagai mutu pendidikan (sekolah) yakni dengan cara meperbaiki kurikulum, menetapkan delapan standar pendidikan, menetapkan kompetensi kepala sekolah dan peningkatan manajemen sekolah dengan penerapan manajemen berbasis sekolah dan bantuan dana operasional sekolah disemua tingkat dan satuan pendidikan. Dengan harapan bahwa sekolah akan menghasilkan mutu sesuai yang diharapkan bisa tercapai.  Dalam tulisan ini penulis membahas sedikit tentang bagaimana peran kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Pembahasan
Kepemimpinan Kepala Sekolah
            Menurut kodrat serta irodatnya bahwa manusia dilahirkan untuk menjadi pemimpin. Sejak Adam diciptakan sebagai manusia pertama dan diturunkan ke bumi, Ia ditugasi sebagai Khalifah fil ardhi. Sebagaimana termaktub dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 30 yang berbunyi : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat”; “Sesungguhnya Aku akan mengangkat Adam menjadi Khalifah di muka Bumi”. Menurut Bachtiar Surin yang dikutip Maman Ukas (2004)  bahwa “Perkataan Khalifah berarti penghubung atau pemimpin yang diserahi untuk menyampaikan atau memimpin sesuatu”. Dalam pengertian ini berarti dalam satu kelompok baik kecil maupun besar harus ada seorang pemimpin. Pemimpin harus dapat memberi arahan  pada bawahannya agar  tujuan bisa tercapai.
Sekolah sebagai wadah berkumpulnya warga sekolah harus dipimpin oleh seorang kepala sekolah. Ibarat sebuah kapal (sekolah)  dijalankan seorang nakhoda. Nakhoda yang akan membawa arah dan tujuan kapal berlabuh. Demikian juga halnya sekolah harus dipimpin oleh kepala sekolah. Agar orang-orang yang ada di sekolah dapat berjalan dengan arah dan tujuan yang ditetapkan bersama.
Sekolah sebagai wahana penting dalam pembentukan sumber daya manusia berkualitas dapat diwujudkan melalui tingkat satuan pendidikan. Kesukssesan untuk memperoleh mutu pendidikan yang baik tergantung pada kepada kepemimpinan yang kuat dari masing-masing kepala sekolah, hal ini senada dengan pendapat Crawfond M (2005:18) mengemukakan bahwa pemimpin yang sukses adalah mereka-mereka yang organisasinya telah berhasil dalam mencapai tujuan.
Secara harfiah, peimimpin berarti membimbing atau menuntun.  Pemimpin merupakan orang yang memimpin ataupun seorang yang menggunakan wewenang serta mengarahkan bawahannya guna mengerjakan pekerjaan mereka untuk mencapai tujuan tertentu dari organisasi.
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu organisai karena sebagian besar keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi ditentukan oleh kepemimpinan dalam organisasi tersebut. Yang dimaksud dengan kepemimpinan seperti yang dikemukakan oleh James M. Black pada Manajemem: a Guide to Executive Command dalam (Sadili Samsudin, 2006:287) adalah kemampuan meyakinkan dan menggerakkan orang lain agar mau bekerja sama di bawah kepemimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Menurut  Handoko (1986 : 294) bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk memepengaruhi orang-orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Sejalan dengan pendapat   Handoyo Ningrat, 1980: 64) bahwa  kepemimpinan itu merupakan suatu proses dimana pimpinan digambarkan akan memberi perintah atau pengarahan, bimbingan atau mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Seorang pemimpin harus mampu menghimpun, mengarahkan dan memberi petunjuk pada  orang-orang yang dipimpinya agar mau melakukan dan melakasanakan pekerjaannya guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Seorang pemimpin juga harus dapat memotivasi bawahan supaya semua orang dalam organisasi dapat dengan senang melaksanakan tugas yang diberikan padannya.
Sejalan dengan pendapat   Nawawi (1996 : 24) bahwa  kepemimpinan adalah kemampuan menggerakkan dan memberikan motivasi untuk mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan melalui keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan.
Dalam mengarahkan dan menggerakkan orang-orang dalam organisasi seoarang pemimpin harus memiliki seni supaya setiap individu maupun kelompok dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.  Menurut Winardi (1996 : 286)  kepemimpinan adalah  seni mengkoordinaksikan dan memotivasi individu dan kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Beberapa  pendapat dan pengertian yang dikemukakan  tersebut disimpulkan bahwa  pengertian kepemimpinan kepala  sekolah adalah suatu kemampuan atau teknik kepala sekolah untuk mempengaruhi orang-orang agar mau melakukan kerjasama dengan berbagai pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang dimilikinya.
Bertolak dari pengertian tersebut, ada tiga unsur yang berkaitan yaitu unsur manusia, unsur sarana dan unsur tujuan. Untuk dapat memperlakukan ketiga unsur tersebut secara seimbang, seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan, kecakapan dan keterampilan yang diperlukan dalam melaksanakan kepemimpinannya. Pengetahuan, kecakapan dan keterampilan dapat diperoleh dari pengalaman belajar secara teori ataupun dari pengetahuan di dalam praktek selama menjadi pemimpin.
Kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya di sekolah sebagai pemimpin utama, sebab maju mundurnya sekolah, berkualitas tidaknya lulusan sekolah semua tergantung di tangan kepala sekolah. Untuk itu kepala sekolah harus memiliki beberapa kemampuan (kompetensi). Dalam permendiknas  Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah. Di dalamnya tercakup lima kompetensi yang harus dikuasai kepala sekolah. Yakni kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi  supervisi, kompetensi, kompetensi sosial dan kewirausahaan. Kelima kompetensi ini  wajib dikuasai oleh seorang kepala sekolah. Dengan kompetensi ini kepala sekolah dapat mengetahui serta menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, tidak hanya menjalankan tugas-tugas rutin saja.

Peranan Kepemimpinan Kepala Sekolah.
            Peranan pemimpin dalam suatu organisasi sangat diperlukan,  sebab tanpa peran pemimpin suatu organisasi tidak bisa berjalan sebagaimana layaknya roda. Untuk menjalankan roda ini peranan pemimpin sangat diperlukan agar tujuan-tujuan organisasi dapat tercapai.
Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi di sekolah memiliki peran dalam meningkatkan mutu serta memajukan pendidikan di sekolah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kepemimpinan dapat berperan dengan baik, antara lain: (1) Dasar utama dalam efektivitas kepemimpinan bukan pengangkatan atau penunjukannya, melainkan penerimaan orang lain terhadap kepemimpinan yang bersangkutan. (2) Efektivitas kepemimpinan tercermin dari kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang. (3) Efektivitas kepemimpinan menuntut kemahiran untuk “membaca” situasi. (4) Skill dan Kemampuan tidak tumbuh begitu saja melainkan melalui pertumbuhan dan perkembangan. (5) Kehidupan organisasi yang dinamis dan serasi dapat tercipta bila setiap anggota mau menyesuaikan cara berfikir dan bertindaknya untuk mencapai tujuan organisasi. (http://surtachi.wordpress.com/2012/04/03/-)
Selanjutnya peranan pemimpin dalam organisasi  (sekolah) sebagaimana  dikemukan   Adair ( 2008: 23) adalah (1) Membantu menciptakan iklim sosial yang baik. (2) Membantu kelompok untuk mengorganisasikan diri. (3) Membantu kelompok dalam menetapkan prosedur kerja. (4) Mengambil tanggung jawab untuk menetapkan keputusan bersama dengan kelompok. (5)  Memberi kesempatan pada kelompok untuk belajar dari pengalaman.
Adapun dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai: (1) educator (pendidik); (2) manajer; (3) administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; dan (7) wirausahawan.
Keberhasilan pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola organisasi pendidikan dipengaruhi oleh kemampuan untuk melakukan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan terhadap semua operasional tingkat satuan pendidikan. Keberhasilan sekolah dalam meraih mutu pendidikan yang baik banyak ditentukan melalui peran kepemimpinan kepala sekolah. Hal ini disebabkan peran kepala sekolah sangat kuat mempengaaruhi perilaku sumber daya ketenagaan dalam hal ini guru, dan sumber-sumber daya pendukung lainnya.

Syarat-syarat Kepemimpinan Kepala Sekolah
Maju mundurnya sekolah tergantung bagaimana kepala sekolah sebagai pemimpin mempoles ataupun merencanakan strategi untuk kemajuan dan kualitas sekolah. Supaya sekolah dapat berjalan dengan baik seyogyanya kepala sekolah memiliki syarat.  Syarat yang dimaksud disini adalah sifat-sifat atau sikap-sikap yang layak dimiliki oleh seorang pemimpin agar dapat menjalankan kepemimpinan dengan sukses.
Untuk menjabat sebagai seorang kepala dalam lingkungan pendidikan, ditetapkan beberapa persyaratan yaitu: pendidikan yang dimiliki, pengalaman yang sering dinyatakan dalam bentuk golongan/pangkat, umur. Adapun syarat-syarat khusus yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin (Kepala Sekolah) adalah  (1) Memiliki kecerdasan/intelegensi yang baik, (2) Percaya diri sendiri dan membership, (3) Memiliki keahlian/keterampilan dalam bidangnya, (4) Cakap bergaul dan ramah tamah, (5) Disiplin, 96) Suka menolong dan memberi petunjuk, (7) Memiliki semangat pengabdian yang tinggi, (8) Sehat jasmani dan rohani. (http://www.masbied.com/2009/12/24/).

Mutu Pendidikan di Sekolah
Salah satu indikator keberhasilan kepemimpinan seorang kepala sekolah diukur dari mutu pendidikan yang ada di sekolah yang dipimpinnya. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan (Depdiknas, 2001:5). Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain dengan mengintegrasikan input sekolah sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah yang dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, dan moral kerjanya.
Defenisi mutu memiliki konotasi yang bermacam-macam bergantung orang yang memakainya. Mutu berasal dari bahasa latin yakni “Qualis” yang berarti what kind of (tergantung kata apa yang mengikutinya). Mutu menurut Deming ialah kesesuaian dengan kebutuhan.Mutu menurut Juran ialah kecocokan dengan kebutuhan.  (Usman, 2006 : 407).
Dalam konsep yang lebih luas, mutu pendidikan mempunyai makna sebagai suatu kadar proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan yang ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan kriteria tertentu (Surya, 2002:12). Proses pendidikan yang bermutu ditentukan oleh berbagai unsur dinamis yang akan ada dalam sekolah itu sendiri dan lingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem.
Menurut Townsend dan Butterworth (1992:35) dalam bukunya Your Child’s Scholl, ada sepuluh faktor penentu terwujudnya proses pendidikan yang bermutu, yakni keefektifan kepemimpinan kepala sekolah; partisipasi dan rasa tanggung jawab guru dan staf; proses belajar-mengajar yang efektif; pengembangan staf yang terpogram; kurikulum yang relevan; memiliki visi dan misi yang jelas; iklim sekolah yang kondusif; penilaian diri terhadap kekuatan dan kelemahan; komunikasi efektif baik internal maupun eksternal; serta keterlibatan orang tua dan masyarakat secara instrinsik.
Disini terlihat salah satu yang menyebabkan pendidikan bermutu adalah keefejtifan kepemimpinan kepala sekolah. Dimana kepala sekolah yang dapat menentukan bermutu tidaknya sekolah taupun lulusan sekolahnya. Tidak hanya itu semua komponen-komponen yang ada di sekolah tergantung bagimana kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola supaya bermutu.
 Hari Sudradjad  (2005: 17)mengemukan bahwa pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau kompotensi, baik kompetensi akademik maupun kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi personal dan sosial, serta nilai-nilai akhlak mulia, yang keseluruhannya merupakan kecakapan hidup (life skill), lebih lanjut Sudradjat megemukakan pendidikan bermutu  adalah pendidikan yang mampu menghasilkan manusia seutuhnya (manusia paripurna) atau manusia dengan pribadi yang integral (integrated personality) yaitu mereka yang mampu mengintegralkan iman, ilmu, dan amal.
Sejalan dengan pendapat Edward Salis (2006 : 30-31) mengemukakan  “ada banyak sumber mutu dalam pendidikan, misalnya sarana gedung yang bagus, guru yang terkemuka, nilai moral yang tinggi, hasil ujian yang memuaskan, spesialisasi atau kejuruan, dorongan orang tua, bisnis dan komunitas lokal, sumberdaya yang melimpah, aplikasi teknologi mutakhir, kepemimpinan yang baik dan efektif, perhatian terhadap pelajar an anak didik, kurikulum yeng memadai, atau juga kombinasi dari faktor-faktor tersebut.
Mutu di bidang pendidikan meliputi mutu input, proses, output, dan outcome. Input pendidikan dinyatakan bermutu jika siap berperoses. Proses pendidikan bermutu apabila mampu menciptakan suasana yang PAKEM (Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, dan Menyenangkan). Input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif.  (http://id.shvoong.com/social-science).
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses lainnya.
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dan sebagainya.) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdayakan mengandung arti bahwa peserta didik tidak sekadar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, akan tetapi pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, dan yang lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar secara terus menerus (mampu mengembangkan dirinya). (http://id.shvoong.com/social-sc).
Output pendidikan bermutu apabila  kinerja sekolah yang dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, dan moral kerjanya.
Outcome pendidikan bermutu apabila sumber daya yang dihasilkan (lulusan) dapat mengaplikasikan, menjalankan dan mengamalkan segala ilmu yang diperoleh disekolah dengan baik, bermoral berkualitas yang baik sesuai dengan tuntunan pasar global.
Agar sekolah tetap dapat bermutu perlunya adanya kontrol atau pengawasan. Pelaksanaan  peningkatan mutu pendidikan  perlu mendapat pengawasan yang intensif. Pelaksanaan peran dan tugas pengawasan di sekolah sebenarnya dapat diposisikan dalam upaya penjaminan mutu (quality assurance) yang diimbangi dengan peningkatan mutu (qualitity enhancement). Penjaminan mutu berkaitan dengan inisiatif superstruktur organisasi sekolah atau kepala sekolah dan pendekatannya bersifat top down, sementara peningkatan mutu terkaitan dengan pemberdayaan anggota organisasi sekolah untuk dapat berinisiatif dalam meningkatkan mutu pendidikan baik menyangkut peningkatan kompetensi individu, maupun kapabilitas organisasi melalui inisiatif sendiri sehingga pendekatannya bersifat bottom up.
Selanjutnya pendidikan di Indonesia ditengarai akan lebih berkualitas, jika ditopang oleh empat komponen yang memainkan peranannya dengan baik. Empat komponen itu adalah pemerintah baik eksekutif maupun legislatif, perusahaan mitra atau pendukung, relawan pendidikan, serta pihak yang berpengaruh seperti media massa atau perangkat teknologi.
Untuk kompoenen pertama, peran pemerintah, sangat tinggi untuk meningkatkan pendidikan karena berperan sebagai pelaku dan pembuat peraturan pendidikan. Yang tidak kalah pentingnya adalah peran perusahaan yang bersedia membantu pendanaan, khususnya dalam bidang pembangunan sarana prasarana sekolah. Selain itu, adanya relawan pendidikan yang bersedia membantu sistem pengajaran sangat dibutuhkan, serta peran media massa sebagai pihak yang mempengaruhi masyarakat menjadi lebih baik. (http://www.republika.co.id/berita/).
Selain yang diuraikan tersebut secara umum,   terdapat delapan kunci tugas pimpinan untuk melaksanakan komitmen perbaikan kualitas terus menerus yaitu (1) Menetapkan suatu dewan kualitas. (2) Menetapkan kebijaksanaan kualitas.(3)  Menetapkan dan menyebarluaskan sasaran kualitas. (4) Memberikan dan menyiapkan sumber-sumber daya.(5) Memberikan dan menyiapkan pendidikan dan pelatihan yang berorientasi pada pemecahan masalah kualitas.(6)  Menetapkan tim perbaikan kualitas yang bertanggung jawab pada manajemen puncak untuk menyelesaikan masalah-masalah kualitas kronis.(7) Merangsang perbaikan kualitas terus menerus.(8) Memberikan pengakuan dan penghargaan atas prestasi dalam perbaikan kualitas terus-menerus (Vincent Gaspersz, 1997: 203-204, dalam  http://guruidaman.blogspot.com/2012/08/manajemen-mutu-pendidikan.html).

Penutup
Salah satu peran penting kepemimpinan kepala sekolah adalah bagimana agar mutu lulusan pendidikan (sekolah) dapat bersaing sesuai dengan tuntutan pasar global. Mutu pendidikan tidak bisa tercapai apabila tidak ditopang oleh kepala sekolah yang efektif. Terlaksananya segala  proses di sekolah terletak bagimana kepala sekolah dalam mengarahkan semua sumber daya sekolah (guru, siswa dan semua yang mendukung) dapat semaksimal mungkin menjalankan tugas dan fungsinya masing. Sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai.
Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu pemimpin pendidikan. Karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan keprofesionalan kepala sekolah ini pengembangan profesionalisme tenaga kependidikan mudah dilakukan karena sesuai dengan fungsinya, kepala sekolah memahami kebutuhan sekolah yang ia pimpin sehingga kompetensi guru tidak hanya mandeg pada kompetensi yang ia miliki sebelumnya, melainkan bertambah dan berkembang dengan baik sehingga profesionalisme guru akan terwujud.
            Lulusan sekolah juga dapat mengembangkan pengetahuannya di dunia kerja maupun dalam kehidupannya sehar-hari. Dimana pada akhirnya diharapka tidak ada lagi yang disebut pengangguran terdidik. Sebab semua lulusan sekolah dapat mengaplikasikan pengetahuannya dengan baik.









Daftar Bacaan
 Adair, John,  Kepemimpinan yang Memotivasi. Jakarta: CV. Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Handoko,  T.Hani, Manajemen. BPFE Yogyakarta, 1986.





Soewarno Handoyo Ningrat, Pengantar Ilmu Studi Administrasi dan Manajemen.  Jakarta: CV. Haji Masagung, 1980.

Suderadjat, Hari, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Implementasi KBK.  Bandung : Cipta Lekas Garafika, 2005

Surya, Muhammad, Organisasi profesi, kode etik dan Dewan Kehormatan Guru, Jakarta: 2007.

Ukas, Maman,Manajemen. Bandung: Agini, 2004.

Usman, Husaini, Manajemen Teori, Praktek Dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.