Inom
Nasution
Pendahuluan
Sekolah sebagai penghasil mutu pendidikan dalam berbagai pandangan
lapisan masyarakat hingga saat ini masih disimpulkan dalam kategori rendah pada
setiap satuan jenjang pendidikan, khususnya pada pendidikan dasar dan menengah.
Timbulnya pandangan seperti ini dipengaruhi oleh faktor kondisi dan realita
yang dialami masing-masing kelompok masyarakat melalui jumlah lulusan yang
belum banyak diserap pada lapangan pekerjaan yang tersedia. Masyarakat pada
dasarnya telah meyadari pada kondisi era globalisasi sekarang ini bahwa mutu
pendidikan sudah menjadi peroritas untuk dapat diwujudkan oleh pemerintah.
Pemerintah mengharapkan lulusan sekolah dapat menghasilkan sumber daya
yang berkualitas agar dapat bersaing di era global saat ini. Masyarakat mendambakan
kelak anak-anaknya dapat bersaing dan bekerja sebagaiman tuntutan pasar global.
Bila mutu lulusan sekolah berkualitas
sumber daya dapat bersaing sehingga tidak terlihat banyak pengangguran.
Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun
1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMA
sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada
periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing
tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang
Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak
memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan
tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia
kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap
keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja
Menurut survei Political and
Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada
urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data
yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya
saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei
di dunia. Dan masih menurut survei dari
lembaga yang sama,
Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi
dari 53 negara di dunia.
Kualitas pendidikan Indonesia
yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di
Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia
dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia
ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori
The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah
saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Penyebab rendahnya mutu
pendidikan (sekolah) di Indonesia tentu tidak lepas dari peran dan kepemimpinan seorang
kepala sekolah sebagai top leadernya. Melihat pentingnya fungsi
kepemimpinan kepala sekolah, maka
usaha untuk meningkatkan kinerja yang lebih tinggi bukanlah pekerjaan mudah bagi kepala sekolah karena kegiatan berlangsung dalam sebuah proses panjang yang direncanakan dan diprogram secara baik pula.
Namun pada
kenyataannya tidak sedikit kepala sekolah
yang hanya berperan sebagai pimpinan formalitas dalam sebuah sistem yakni hanya sekedar sebagai pemegang jabatan struktural sambil
menunggu masa purna tugas, jika tidak
boleh menyebut sebagai orang-orang apatis yang kehabisan energi dan gairah
hidup.
Banyak faktor
penghambat tercapainya kualitas kepemimpinan seorang kepala sekolah seperti proses pengangkatannya tidak transparan, rendahnya
mental kepala sekolah yang ditandai dengan kurangnya motivasi dan semangat
serta kurangnya disiplin dalam melakukan tugas dan seringnya datang terlambat,
wawasan kepala sekolah yang masih sempit serta banyak faktor lain yang
menghambat kinerja seorang kepala sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan pada lembaga yang dipimpinnya. Ini mengimplikasikan rendahnya produktivitas kerja
kepala sekolah yang berimplikasi juga pada mutu (input, proses dan output).
Beberapa survei akademis disebutkan sekitar 70
persen mutu pendidikan itu didongkrak kepala sekolah, dan sisanya oleh guru,
orang tua dan peserta didik khususnya (http://www.antaranews.com/berita/336501/70, diunduh 26 januari 2013).
Ini menggambarkan bahwa betapa pentingnya peran kepala sekolah sebagai pemimpin
di sekolah, dimana kepala sekolah sebagai penentu mutu pendidikan yang
dihasilkan sekolah, yakni penghasil sumber daya yang diharapkan dapat bersaing
di pasar global.
Pemerintah telah berupaya
memperbaiki berbagai mutu pendidikan (sekolah) yakni dengan cara meperbaiki
kurikulum, menetapkan delapan standar pendidikan, menetapkan kompetensi kepala
sekolah dan peningkatan manajemen sekolah dengan penerapan manajemen berbasis
sekolah dan bantuan dana operasional sekolah disemua tingkat dan satuan
pendidikan. Dengan harapan bahwa sekolah akan menghasilkan mutu sesuai yang
diharapkan bisa tercapai. Dalam tulisan
ini penulis membahas sedikit tentang bagaimana peran kepemimpinan kepala
sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Pembahasan
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Menurut kodrat serta irodatnya
bahwa manusia dilahirkan untuk menjadi pemimpin. Sejak Adam diciptakan sebagai
manusia pertama dan diturunkan ke bumi, Ia ditugasi sebagai Khalifah fil ardhi.
Sebagaimana termaktub dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 30 yang berbunyi :
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat”; “Sesungguhnya Aku akan
mengangkat Adam menjadi Khalifah di muka Bumi”. Menurut Bachtiar Surin yang
dikutip Maman Ukas (2004) bahwa
“Perkataan Khalifah berarti penghubung atau pemimpin yang diserahi untuk
menyampaikan atau memimpin sesuatu”. Dalam pengertian ini berarti dalam satu kelompok
baik kecil maupun besar harus ada seorang pemimpin. Pemimpin harus dapat
memberi arahan pada bawahannya agar tujuan bisa tercapai.
Sekolah sebagai wadah berkumpulnya warga sekolah harus dipimpin oleh
seorang kepala sekolah. Ibarat sebuah kapal (sekolah) dijalankan seorang nakhoda. Nakhoda yang akan
membawa arah dan tujuan kapal berlabuh. Demikian juga halnya sekolah harus
dipimpin oleh kepala sekolah. Agar orang-orang yang ada di sekolah dapat
berjalan dengan arah dan tujuan yang ditetapkan bersama.
Sekolah sebagai wahana penting dalam pembentukan sumber daya manusia
berkualitas dapat diwujudkan melalui tingkat satuan pendidikan. Kesukssesan
untuk memperoleh mutu pendidikan yang baik tergantung pada kepada kepemimpinan
yang kuat dari masing-masing kepala sekolah, hal ini senada dengan pendapat
Crawfond M (2005:18) mengemukakan bahwa pemimpin yang sukses adalah
mereka-mereka yang organisasinya telah berhasil dalam mencapai tujuan.
Secara harfiah, peimimpin
berarti membimbing atau menuntun. Pemimpin
merupakan orang yang memimpin ataupun seorang yang menggunakan wewenang serta
mengarahkan bawahannya guna mengerjakan pekerjaan mereka untuk mencapai tujuan
tertentu dari organisasi.
Kepemimpinan
merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu organisai karena
sebagian besar keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi ditentukan oleh
kepemimpinan dalam organisasi tersebut. Yang dimaksud dengan kepemimpinan seperti yang
dikemukakan oleh James M. Black pada Manajemem: a Guide to Executive Command
dalam (Sadili Samsudin, 2006:287) adalah kemampuan meyakinkan dan menggerakkan
orang lain agar mau bekerja sama di bawah kepemimpinannya sebagai suatu tim
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Menurut Handoko (1986 : 294) bahwa kepemimpinan merupakan
kemampuan yang dipunyai seseorang untuk memepengaruhi orang-orang lain agar
bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Sejalan dengan pendapat Handoyo Ningrat, 1980: 64) bahwa kepemimpinan itu merupakan suatu proses dimana pimpinan
digambarkan akan memberi perintah atau pengarahan, bimbingan atau mempengaruhi
pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Seorang pemimpin
harus mampu menghimpun, mengarahkan dan memberi petunjuk pada orang-orang yang dipimpinya agar mau
melakukan dan melakasanakan pekerjaannya guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bersama. Seorang pemimpin juga harus dapat memotivasi bawahan supaya
semua orang dalam organisasi dapat dengan senang melaksanakan tugas yang
diberikan padannya.
Sejalan dengan
pendapat Nawawi (1996 : 24) bahwa kepemimpinan adalah kemampuan menggerakkan dan memberikan motivasi
untuk mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang
terarah pada pencapaian tujuan melalui keberanian mengambil keputusan tentang
kegiatan yang harus dilakukan.
Dalam mengarahkan dan
menggerakkan orang-orang dalam organisasi seoarang pemimpin harus memiliki seni
supaya setiap individu maupun kelompok dapat melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya dengan baik. Menurut
Winardi (1996 : 286) kepemimpinan adalah
seni mengkoordinaksikan dan memotivasi
individu dan kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Beberapa pendapat dan pengertian yang dikemukakan tersebut disimpulkan bahwa pengertian kepemimpinan kepala sekolah adalah suatu kemampuan atau teknik
kepala sekolah untuk mempengaruhi orang-orang agar mau melakukan kerjasama
dengan berbagai pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang dimilikinya.
Bertolak dari
pengertian tersebut, ada tiga unsur yang berkaitan yaitu unsur manusia, unsur
sarana dan unsur tujuan. Untuk dapat memperlakukan ketiga unsur tersebut secara
seimbang, seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan, kecakapan dan
keterampilan yang diperlukan dalam melaksanakan kepemimpinannya. Pengetahuan,
kecakapan dan keterampilan dapat diperoleh dari pengalaman belajar secara teori
ataupun dari pengetahuan di dalam praktek selama menjadi pemimpin.
Kepala sekolah dalam
menjalankan tugasnya di sekolah sebagai pemimpin utama, sebab maju mundurnya
sekolah, berkualitas tidaknya lulusan sekolah semua tergantung di tangan kepala
sekolah. Untuk itu kepala sekolah harus memiliki beberapa kemampuan (kompetensi).
Dalam permendiknas Nomor 12 Tahun 2007
tentang Standar Kepala Sekolah. Di dalamnya tercakup lima kompetensi yang harus
dikuasai kepala sekolah. Yakni kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial,
kompetensi supervisi, kompetensi, kompetensi
sosial dan kewirausahaan. Kelima kompetensi ini wajib dikuasai oleh seorang kepala sekolah. Dengan
kompetensi ini kepala sekolah dapat mengetahui serta menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya dengan baik, tidak hanya menjalankan tugas-tugas rutin saja.
Peranan
Kepemimpinan Kepala Sekolah.
Peranan
pemimpin dalam suatu organisasi sangat diperlukan, sebab tanpa peran pemimpin suatu organisasi
tidak bisa berjalan sebagaimana layaknya roda. Untuk menjalankan roda ini
peranan pemimpin sangat diperlukan agar tujuan-tujuan organisasi dapat
tercapai.
Kepala sekolah
sebagai pimpinan tertinggi di sekolah memiliki peran dalam meningkatkan mutu
serta memajukan pendidikan di sekolah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
agar kepemimpinan dapat berperan dengan baik, antara lain: (1) Dasar utama
dalam efektivitas kepemimpinan bukan pengangkatan atau penunjukannya, melainkan
penerimaan orang lain terhadap kepemimpinan yang bersangkutan. (2) Efektivitas
kepemimpinan tercermin dari kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang. (3) Efektivitas
kepemimpinan menuntut kemahiran untuk “membaca” situasi. (4) Skill dan
Kemampuan tidak tumbuh begitu saja melainkan melalui pertumbuhan dan
perkembangan. (5) Kehidupan organisasi yang dinamis dan serasi dapat tercipta
bila setiap anggota mau menyesuaikan cara berfikir dan bertindaknya untuk
mencapai tujuan organisasi. (http://surtachi.wordpress.com/2012/04/03/-)
Selanjutnya peranan pemimpin
dalam organisasi (sekolah)
sebagaimana dikemukan Adair ( 2008: 23) adalah (1) Membantu
menciptakan iklim sosial yang baik. (2) Membantu kelompok untuk
mengorganisasikan diri. (3) Membantu
kelompok dalam menetapkan prosedur kerja. (4) Mengambil
tanggung jawab untuk menetapkan keputusan bersama dengan kelompok. (5) Memberi kesempatan
pada kelompok untuk belajar dari pengalaman.
Adapun dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional
(Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai:
(1) educator (pendidik); (2) manajer;
(3) administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; dan (7) wirausahawan.
Keberhasilan pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola
organisasi pendidikan dipengaruhi oleh kemampuan untuk melakukan kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan terhadap semua
operasional tingkat satuan pendidikan. Keberhasilan sekolah dalam meraih mutu
pendidikan yang baik banyak ditentukan melalui peran kepemimpinan kepala
sekolah. Hal ini disebabkan peran kepala sekolah sangat kuat mempengaaruhi
perilaku sumber daya ketenagaan dalam hal ini guru, dan sumber-sumber daya
pendukung lainnya.
Syarat-syarat
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Maju mundurnya
sekolah tergantung bagaimana kepala sekolah sebagai pemimpin mempoles ataupun
merencanakan strategi untuk kemajuan dan kualitas sekolah. Supaya sekolah dapat
berjalan dengan baik seyogyanya kepala sekolah memiliki syarat. Syarat yang dimaksud disini adalah
sifat-sifat atau sikap-sikap yang layak dimiliki oleh seorang pemimpin agar
dapat menjalankan kepemimpinan dengan sukses.
Untuk menjabat
sebagai seorang kepala dalam lingkungan pendidikan, ditetapkan beberapa
persyaratan yaitu: pendidikan yang dimiliki, pengalaman yang sering dinyatakan
dalam bentuk golongan/pangkat, umur. Adapun syarat-syarat khusus yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin (Kepala Sekolah) adalah (1) Memiliki kecerdasan/intelegensi yang baik,
(2) Percaya diri sendiri dan membership, (3) Memiliki keahlian/keterampilan
dalam bidangnya, (4) Cakap bergaul dan ramah tamah, (5) Disiplin, 96) Suka
menolong dan memberi petunjuk, (7) Memiliki semangat pengabdian yang tinggi,
(8) Sehat jasmani dan rohani. (http://www.masbied.com/2009/12/24/).
Mutu Pendidikan di
Sekolah
Salah satu
indikator keberhasilan kepemimpinan seorang kepala sekolah diukur dari mutu
pendidikan yang ada di sekolah yang dipimpinnya. Dalam konteks pendidikan,
pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan (Depdiknas, 2001:5). Input pendidikan
adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi
sesuatu yang lain dengan mengintegrasikan input sekolah sehingga mampu
menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar,
dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Output pendidikan adalah
merupakan kinerja sekolah yang dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya,
produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, dan moral kerjanya.
Defenisi mutu
memiliki konotasi yang bermacam-macam bergantung orang yang memakainya. Mutu
berasal dari bahasa latin yakni “Qualis” yang berarti what kind of (tergantung
kata apa yang mengikutinya). Mutu menurut Deming ialah kesesuaian dengan
kebutuhan.Mutu menurut Juran ialah kecocokan dengan kebutuhan. (Usman,
2006 : 407).
Dalam konsep yang lebih luas,
mutu pendidikan mempunyai makna sebagai suatu kadar proses dan hasil pendidikan
secara keseluruhan yang ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan kriteria
tertentu (Surya, 2002:12). Proses
pendidikan yang bermutu ditentukan oleh berbagai unsur dinamis yang akan ada
dalam sekolah itu sendiri dan
lingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem.
Menurut Townsend dan Butterworth
(1992:35) dalam bukunya Your Child’s
Scholl, ada sepuluh faktor penentu terwujudnya proses pendidikan yang
bermutu, yakni keefektifan
kepemimpinan kepala sekolah; partisipasi
dan rasa tanggung jawab guru dan staf; proses
belajar-mengajar yang efektif; pengembangan staf yang terpogram; kurikulum yang relevan; memiliki visi dan misi yang jelas; iklim sekolah yang kondusif; penilaian diri terhadap kekuatan dan kelemahan; komunikasi efektif baik internal maupun eksternal; serta keterlibatan orang tua dan masyarakat secara
instrinsik.
Disini terlihat salah satu yang
menyebabkan pendidikan bermutu adalah keefejtifan kepemimpinan kepala sekolah.
Dimana kepala sekolah yang dapat menentukan bermutu tidaknya sekolah taupun
lulusan sekolahnya. Tidak hanya itu semua komponen-komponen yang ada di sekolah
tergantung bagimana kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola supaya bermutu.
Hari Sudradjad
(2005: 17)mengemukan bahwa pendidikan yang bermutu adalah pendidikan
yang mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau kompotensi, baik
kompetensi akademik maupun kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi
personal dan sosial, serta nilai-nilai akhlak mulia, yang keseluruhannya
merupakan kecakapan hidup (life skill),
lebih lanjut Sudradjat megemukakan pendidikan bermutu adalah pendidikan
yang mampu menghasilkan manusia seutuhnya (manusia paripurna) atau manusia
dengan pribadi yang integral (integrated personality) yaitu mereka yang mampu
mengintegralkan iman, ilmu, dan amal.
Sejalan dengan
pendapat Edward Salis
(2006 : 30-31) mengemukakan “ada banyak sumber mutu dalam pendidikan, misalnya sarana gedung yang
bagus, guru yang terkemuka, nilai moral yang tinggi, hasil ujian yang
memuaskan, spesialisasi atau kejuruan, dorongan orang tua, bisnis dan komunitas
lokal, sumberdaya yang melimpah, aplikasi teknologi mutakhir, kepemimpinan yang
baik dan efektif, perhatian terhadap pelajar an anak didik, kurikulum yeng
memadai, atau juga kombinasi dari faktor-faktor tersebut.
Mutu di bidang
pendidikan meliputi mutu input, proses, output, dan outcome. Input pendidikan
dinyatakan bermutu jika siap berperoses. Proses pendidikan bermutu apabila
mampu menciptakan suasana yang PAKEM (Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, dan
Menyenangkan). Input, seperti; bahan ajar (kognitif,
afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru),
sarana, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya
serta penciptaan suasana yang kondusif. (http://id.shvoong.com/social-science).
Proses pendidikan
merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang
berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedang sesuatu dari
hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat
sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses
pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar,
dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar
mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan
proses-proses lainnya.
Proses dikatakan
bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input
sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dan sebagainya.) dilakukan
secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang
menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar,
dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdayakan
mengandung arti bahwa peserta didik tidak sekadar menguasai pengetahuan yang
diajarkan oleh gurunya, akan tetapi pengetahuan tersebut juga telah menjadi
muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari,
dan yang lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar secara terus
menerus (mampu mengembangkan dirinya). (http://id.shvoong.com/social-sc).
Output pendidikan bermutu
apabila kinerja sekolah yang dapat
diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya,
inovasinya, dan moral kerjanya.
Outcome pendidikan
bermutu apabila sumber daya yang dihasilkan (lulusan) dapat mengaplikasikan, menjalankan
dan mengamalkan segala ilmu yang diperoleh disekolah dengan baik, bermoral
berkualitas yang baik sesuai dengan tuntunan pasar global.
Agar sekolah tetap
dapat bermutu perlunya adanya kontrol atau pengawasan. Pelaksanaan peningkatan mutu pendidikan perlu
mendapat pengawasan yang intensif. Pelaksanaan peran dan tugas pengawasan di
sekolah sebenarnya dapat diposisikan dalam upaya penjaminan mutu (quality
assurance) yang diimbangi dengan peningkatan mutu (qualitity enhancement).
Penjaminan mutu berkaitan dengan inisiatif superstruktur organisasi sekolah
atau kepala sekolah dan pendekatannya bersifat top down, sementara
peningkatan mutu terkaitan dengan pemberdayaan anggota organisasi sekolah untuk
dapat berinisiatif dalam meningkatkan mutu pendidikan baik menyangkut
peningkatan kompetensi individu, maupun kapabilitas organisasi melalui
inisiatif sendiri sehingga pendekatannya bersifat bottom up.
Selanjutnya pendidikan
di Indonesia ditengarai akan lebih berkualitas, jika ditopang oleh empat
komponen yang memainkan peranannya dengan baik. Empat komponen itu adalah
pemerintah baik eksekutif maupun legislatif, perusahaan mitra atau pendukung,
relawan pendidikan, serta pihak yang berpengaruh seperti media massa atau
perangkat teknologi.
Untuk kompoenen
pertama, peran pemerintah, sangat tinggi untuk meningkatkan pendidikan karena
berperan sebagai pelaku dan pembuat peraturan pendidikan. Yang tidak kalah
pentingnya adalah peran perusahaan yang bersedia membantu pendanaan, khususnya
dalam bidang pembangunan sarana prasarana sekolah. Selain itu, adanya relawan
pendidikan yang bersedia membantu sistem pengajaran sangat dibutuhkan, serta
peran media massa sebagai pihak yang mempengaruhi masyarakat menjadi lebih
baik. (http://www.republika.co.id/berita/).
Selain yang diuraikan tersebut secara umum, terdapat delapan kunci tugas pimpinan untuk
melaksanakan komitmen perbaikan kualitas terus menerus yaitu (1) Menetapkan suatu dewan kualitas. (2) Menetapkan kebijaksanaan kualitas.(3) Menetapkan dan menyebarluaskan sasaran kualitas.
(4) Memberikan dan menyiapkan sumber-sumber daya.(5) Memberikan dan menyiapkan pendidikan dan pelatihan yang berorientasi pada pemecahan
masalah kualitas.(6) Menetapkan tim perbaikan kualitas yang bertanggung jawab pada manajemen puncak untuk menyelesaikan masalah-masalah
kualitas kronis.(7) Merangsang perbaikan kualitas terus menerus.(8) Memberikan pengakuan dan penghargaan atas prestasi dalam perbaikan
kualitas terus-menerus (Vincent Gaspersz, 1997: 203-204, dalam http://guruidaman.blogspot.com/2012/08/manajemen-mutu-pendidikan.html).
Penutup
Salah satu peran penting kepemimpinan kepala sekolah adalah bagimana agar
mutu lulusan pendidikan (sekolah) dapat bersaing sesuai dengan tuntutan pasar
global. Mutu pendidikan tidak bisa tercapai apabila tidak ditopang oleh kepala
sekolah yang efektif. Terlaksananya segala
proses di sekolah terletak bagimana kepala sekolah dalam mengarahkan
semua sumber daya sekolah (guru, siswa dan semua yang mendukung) dapat
semaksimal mungkin menjalankan tugas dan fungsinya masing. Sehingga tujuan
pendidikan dapat tercapai.
Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan
kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu pemimpin
pendidikan. Karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional
dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan
bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan
pendidikan. Dengan keprofesionalan kepala sekolah ini pengembangan
profesionalisme tenaga kependidikan mudah dilakukan karena sesuai dengan
fungsinya, kepala sekolah memahami kebutuhan sekolah yang ia pimpin sehingga
kompetensi guru tidak hanya mandeg pada kompetensi yang ia miliki sebelumnya,
melainkan bertambah dan berkembang dengan baik sehingga profesionalisme guru
akan terwujud.
Lulusan
sekolah juga dapat mengembangkan pengetahuannya di dunia kerja maupun dalam
kehidupannya sehar-hari. Dimana pada akhirnya diharapka tidak ada lagi yang
disebut pengangguran terdidik. Sebab semua lulusan sekolah dapat
mengaplikasikan pengetahuannya dengan baik.
Daftar
Bacaan
Adair, John, Kepemimpinan yang
Memotivasi. Jakarta: CV. Gramedia Pustaka Utama, 2008.
http://surtachi.wordpress.com/2012/04/03/makalah-kepemimpinan-pendidikan-4/) di unduh 27 januari
2013
http://www.antaranews.com/berita/336501/70-persen-mutu-pendidikan-ditentukan-kepala-sekolah di unduh 26 januari 2013)
http://www.antaranews.com/berita/336501/70-persen-mutu-pendidikan-ditentukan-kepala-sekolah
(di unduh
26 januari 2013)
http://www.masbied.com/2009/12/24/kualitas-kepemimpinan-kepala-sekolah/#more-1305)
diunduh 27 jan 2013
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/12/09/20/manhwm-empat-komponen-yang-meningkatkan-kualitas-pendidikan) di unduh 27
januari 2013
Soewarno
Handoyo Ningrat, Pengantar Ilmu Studi
Administrasi dan Manajemen. Jakarta: CV. Haji Masagung, 1980.
Suderadjat,
Hari, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Peningkatan Mutu Pendidikan
Melalui Implementasi KBK. Bandung :
Cipta Lekas Garafika, 2005
Surya, Muhammad, Organisasi profesi, kode etik dan Dewan
Kehormatan Guru, Jakarta: 2007.
Ukas, Maman,Manajemen. Bandung: Agini, 2004.
Usman,
Husaini, Manajemen Teori, Praktek Dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara, 2006.