Sabtu, 25 Desember 2010

Orang AS Kaget Setelah Mengenal Islam

LAMONGAN, KOMPAS.com - Elaine Robinson, seorang guru dari Lewis and Clark Middle School, Tuska, Oklahoma, AS menyatakan prihatin kenapa selama ini terjadi prejudice (prasangka buruk) terhadap Islam di masyarakat barat. Padahal yang didapatkannya ketika mengikuti Program Kerjasama Lembaga Pendidikan Darul Ulum Medali, Sugio, Kabupaten Lamongan dengan East West Center Hawaii, Amerika Serikat, dia mendapatkan kesan tentang Islam jauh dari segala prasangka buruk.

Sejak 28 Juli hingga 3 Agustus tiga warga Amerika Serikat yakni Elaine Robinson, Grace Chao, keduanya guru dari Charter School, Hilo, Hawaii dan Namji Steinemann, Direktur Asia Pacific Ed, East West Center, mengamati secara langsung kehidupan di pesantren.

"Saya sedikit sekali mengenal Indonesia dan sedikit sekali mengenal Islam. Murid-murid saya ketika saya tanya tentang Indonesia ada di mana, mereka tidak tahu. Banyak kesalahpahaman sehingga terjadi prejudice dari masyarakat barat terhadap Islam," kata Elaine.

Sementara ketika dirinya dan dua rekannya ke Pesantren Darul Ulum, melihat ketulusan dan senyum ramah dari semua santri. "Tidak ada yang perlu ditakutkan ketika hidup di tengah anak-anak yang bisa menerima mereka apa adanya meskipun mereka beragama Kristen, berkulit putih, atau berwajah China. Senyum lebar yang tulus terlihat betul, bukan senyum penuh kebencian," tambahnya.

Elaine menyatakan dia merasa aman saat berada di pesantren dan tidak ada yang perlu ditakutkan dan tidak ada yang rahasia. "Jadi saya heran mengapa Islam sering disudutkan atau dianggap buruk. Maka saat kembali ke Amerika saya akan ceritakan semua yang ada di sini, sehingga mereka lebih paham tentang Indonesia dan Islam. Siswa-siswa sekarang adalah pemimpin di masa mendatang, kalau mereka bisa saling menghormati dan mengerti, maka dunia ini akan menjadi lebih damai dan lebih baik," katanya.

Grace yang keturunan China menyatakan terkesan dengan kehidupan santri di Ponpes Darul Ulum Medali Sugio yang begitu sederhana. Dia heran mengapa mereka begitu senang dan ceria padahal tinggal di asrama yang sempit dengan kamar kecil hanya untuk menyimpan pakaian dan buku.

"Santri tidur tanpa tikar, makanan sederhana, belajar agama di lantai tanpa meja dan kursi. Siswa-siswa di Amerika harus tahu ini dan harusnya mereka bersyukur terhadap apa yang telah dipunyai sekarang," tutur Grace.

Grace setelah berinteraksi selama seminggu dengan santri menyatakan kalau para santri akan bisa lebih bertahan hidup dari pada yang bukan santri. Para santri sejak dini telah diajari bagaimana menghadapi masa-masa sulit dalam hidupnya.

Menurut Grace siswa di luar santri hanya meminta dan meminta saja tanpa tahu apa yang dilakukan saat ada bencana atau saat dunia ini dilanda krisis energi dan air bersih. "Untuk itulah saya sangat bersyukur bisa melihat pesantren ini," paparnya.

Wakil Ketua Yayasan Ponpes Sunan Drajat Medali Sugio, R Chusnu Yuli Setyo menuturkan selanjutnya pada tahun 2011 akan ada program pertukaran guru dan siswa ke Amerika yang diatur oleh East West Centre. Dua orang guru tersebut juga diajak ke SMPN 1 dan SMPN 4 Lamongan sehingga memungkinkan guru dan siswa di Lamongan mendapatkan beasiswa itu.



sumber:http://edukasi.kompas.com/read/2010/08/04/20240861/Orang.AS.Kaget.Setelah.Mengenal.Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar