Oleh; Inom Nasution
Pemerintah saat ini
sedang gencar-gencarnya memperbaiki kurikulum pendidikan.dengan alasan bahwa
KTSP menyebabkan banyaknya siswa tawuran dan benyaknya buku yang dibawa siswa ke sekolah
sehingga menyebabkan KTSP tidak sesuai lagi dengan perkembangan saat ini . Serta
sedikitnya jam belajar di sekolah dan kurang kreatifnya siswa dalam belajar. Kurikulum
yang baru ini nantinya akan memudahkan guru dalam mengajar dan siswa dituntut
untuk lebih kreatif dalam belajar. Harapan ini sesungguhnya sangat baik. Tetapi
apakah sudah menjadi jaminan bila kurikulum di rubah maka mutu pendidikan akan
meningkat?
Banyak kalangan
meragukan kurikulum baru ini akan berjalan dengan lancar dan baik. Bila pelaksana
kurikulum yakni guru sendiri tidak
memiliki kemampuan dan kemauan dalam mengelola pembelajaran. Walaupun ada
rencana pemerintah melatih guru sebelum melaksanakan kurikulum yang baru. Setiap kali ganti kurikulum bila tidak di iringi
dengan kualitas guru maka pelaksanaan kurikulum akan tetap seperti
kurikulum-kurikulum sebelumnya.
Saat ini yang kita
butuhkan bukan perubahan kurikulum, tetapi guru dan budaya belajar. Guru harus
menjadi sosok yang mandiri dan teladan manusia merdeka yang tidak mudah diintimidasi
oleh birokrat pendidikan, dan wali murid. Pembinaannya harus dilakukan oleh
organisasi profesi guru bukan oleh pemerintah. Guru harus dipandang sebagai
tenaga professional yang bekerja dengan berpedoman pada kode etik guru.
Budaya belajar yang
tinggi terlihat dari minat baca yang tinggi pula. Saat ini minat baca anak Indonseia
sangat rendah, khususnya anak-anak masih rendah. Hasil suevei PBB untuk
pendidikan sains dan kebudayaan (UNESCO) menyebutkan indeks membaca masyarakat indonesia
yang baru sekitar 0,001. Artinya dari 1000 penduduk hanya ada 1 orang yang
memiliki minat baca tinggi. Angka ini sangat jauh bila dibandingkan minat baca
Singapura yang memiliki indeks 0,45. (Waspada, 6 November 2012).
Sejalan
dengan pendapat Daniel M.Rosyid bahwa budaya belajar dapat dikembangkan dengan
sederhana. Mulailah dengan membangun budaya membaca yang sehat. Sediakan
layanan perpustakaan yang baik, dengan koleksi buku yang bermutu, serta akses
internet yang memadai hingga tingkat kecamatan. Kemudian hargai pengalaman dan
praktek murid sehari-hari menjadi bagian dari diskusi kelas. Kembangkan budaya
menulis, lalu beri kesempatan luas untuk berbicara. Begitulah budaya belajar di
sekolah dibentuk. Jadikan sekolah sebagai tempat murid belajar, bukan sekedar
tempat guru mengajar, dan statistik kelulusan ujian diukur untuk kepentingan
birokrasi. (http://www.bincangedukasi.com/)
Budaya belajar guru akan terbentuk dalam proses belajar
mengajar. Bagimana guru mengajar. Siswa akan memaknai proses belajar dikelas
yang diteladani dari guru dan ditunjukkan oleh perubahan belajar siswa baik
dalam sikap dan praktek kehidupan sehari-hari. Proses belajar yang seperti ini tidaknya dapat
terwujud dengan membudayakan membaca di sekolah.
Sekolah
setidaknya dapat meningkatkan dan menumbuhkan minat baca dan guru dengan
meyediakan perpustakaan sekolah. Sekolah yang bermutu bukan hanya untuk menjuarai
lomba-lomba sains atau lulus ujian nasional.
Dengan kurikulum
2013 minat baca guru dan siswa akan membudaya. Sebab dalam kurikulum ini guru
dituntut menggunakan model pembelajaran aktif, kreatif, transformatif dan
efektif. Sementara siswa dituntut supaya kreatif dan inovatif dalam belajar. Hal-hal
seperti ini yang tertuang dalam kurikulum akan terwujud bila siswa dan guru sama-sama
memiliki minat baca.